Sebanyak 6 nyawa melayang akibat bentrokan antarsuku di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kericuhan maut itu dipicu pohon kelapa ditanam melebihi batas.
Kapolres Flores Kapolres Flores Timur AKBP Deny Abraham mengatakan bentrokan itu berawal dan masalah tanah. Yakni, Suku Lama Tokan meminta Suku Kwaelaga mencabut pohon kelapa yang ditanam melewati batas. Lokasi itu berjarak 10-15 km dari desa.
"Sempat terjadi dulu perdebatan, Suku Lama Tokan meminta pada 5 orang Suku Kwaelaga ini untuk mencabut pohon kepala yang mereka sudah tanam lewat batas, dari Suku Kwaelaga tapi tidak mau cabut, mereka sampaikan 'silakan kalau mau cabut silakan, dari kami sendiri tidak mau menyuruh dan kami tidak mau cabut'," ujar Deny saat dihubungi detikcom, Kamis (12/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, terjadilah perdebatan sehingga bentrokan pecah. Bentrokan itu tepatnya terjadi di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT pada Kamis (5/3).
"Spontan emosional langsung saling tombak dan saling parang," tuturnya.
Polisi lalu mengamankan delapan orang terkait bentrokan itu. Kedelapan orang itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Kemarin kami sudah koordinasi, kami sudah bawa delapan orang yang terduga ikut dalam perselisihan itu, dari suku Lama Tokan delapan orang, lalu kami periksa saksi, pemeriksaan maraton. Hari ini kami buatkan penetapan tersangka delapannya," kata Deny.
Polisi mengamankan delapan orang itu dengan cara persuasif. Polisi terlebih dahulu berkomunikasi dengan tokoh adat agar delapan nama itu diserahkan.
"Memang kami melakukan upaya-upaya persuasif, komunikasi dengan tokoh-tokoh adat. Hasil penyelidikan, nama-nama itu kami minta diserahkan, dan mereka persuasif menyerahkan. Kami bawa untuk proses lanjut. Setelah pendalaman penyidik, mereka memenuhi unsur sehingga ditingkatkan jadi tersangka. Pasal 340 dan 338," ujarnya.