Twitter dan Facebook menutup sedikitnya 80 akun yang selama ini menjalankan propaganda Indonesia tentang Papua. Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha meminta Facebook dan Twitter tidak mencampuri urusan negara lain.
"Ya kita berharap Facebook maupun Twitter itu tidak ikut intervensi di dalam soal negara orang lain. Jadi kalau mau dihapus, hapus dua-duanya (akun yang tolak separatisme dan yang mendukung). Jangan memberi panggung politik bagi separatisme," kata Tamliha kepada wartawan, Jumat (6/3/2020).
Tamliha kemudian menyinggung kantor dua media sosial tersebut yang berada di Amerika Serikat (AS). Legislator dari Fraksi PPP itu mengingatkan, jangan sampai penutupan 80 akun tersebut justru memunculkan persepsi bahwa AS berpihak kepada separatisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dua-duanya kan berkedudukan di AS. Jangan ada kesan keberpihakan AS kepada separatisme. Tapi, kita tetap memegang teguh apa yang disampaikan oleh parlemen Amerika atau Australia, perdana menteri atau Presiden Amerika bahwa mereka tetap mendukung NKRI di mana Papua bagian dari NKRI itu, itu saja yang kita pegang," papar Tamliha.
Tamliha juga mengungkapkan sikap Komisi I ketika meminta Qatar agar media di sana tak memberikan 'panggung' kepada aktor separatis Papua, Benny Wenda. Tapi, Tamliha tidak memastikan apakah sikap yang sama juga akan dilakukan kepada Facebook dan Twitter.
"Itu juga yang pernah kita minta ke Duta Besar Qatar menyangkut Al Jazeera yang memberi panggung kepada Benny Wenda," sebut Tamliha.
Sebelumnya, Twitter dan Facebook telah menutup sedikitnya 80 akun yang selama ini menjalankan propaganda Indonesia tentang Papua. Akun-akun tersebut diduga terkait dengan sejumlah situs berita yang mempublikasikan propaganda pro-pemerintah Indonesia.
Penutupan ini dilakukan setelah kantor berita Reuters menemukan ada sekitar 10 situs yang menerbitkan konten yang mendukung tindakan TNI dan polisi dalam menumpas gerakan separatis di Papua.