Wakil Ketua (Waka) DPRD DKI Zita Anjani meminta Pemprov DKI Jakarta tak asal mengumumkan adanya pegawai negeri sipil (PNS) yang terpapar radikalisme. Menurut Zita, Pemprov lebih baik mencari tahu terlebih dahulu identitas PNS tersebut.
"Saya berharap pejabat jangan bicara asal ngegas. Perlihatkan wibawa pejabat publik, pastikan dulu bukti dan indikasinya cukup. NIP-nya belum tahu, SKPD-nya belum tahu, tapi sudah diumumkan," kata Zita kepada wartawan, Jumat (28/2/2020).
Zita menilai diperlukan bukti untuk mengumumkan hal tersebut. Karena itu, menurutnya, harus dilakukan penyelidikan mendalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Butuh penyelidikan yang hati-hati. Jangan sampai mencederai hak warga negara. Semua orang berpotensi terpapar. Jangan malah kita makin melemahkan orang yang sudah lemah. Kami harap pemerintah hati-hati bicara isu yang sangat sensitif seperti ini," ujarnya.
Jangan sampai, menurut Zita, pengumuman sensitif menakuti para ASN dalam berkeyakinan. Malah, menurutnya, hal seperti itu tidak harus diumumkan.
"Ketakutan jangan sering disebarkan. Lama-lama ASN jadi takut beragama, berkeyakinan, dan berideologi. Padahal kewajiban negara melindungi semuanya. Ini soal keyakinan. Kalau belum terbukti dalam tindakan, seperti secara terbuka menolak dasar negara atau terlibat dalam aksi teror, sulit juga mengatakannya. Saya malah khawatir isu semacam ini dapat mengganggu produktivitas birokrasi," ujarnya.
Sebelumnya, seorang PNS di DKI Jakarta disebut terpapar radikalisme. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir mengatakan, bila dugaan itu terbukti, PNS tersebut terancam dipecat.
"(Terancam) dipecat, hak dan kewajiban PNS diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010," ujar Chaidir di gedung Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Chaidir mengatakan saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI. Hal ini karena identitas seorang PNS tersebut belum diketahui.
(eva/rfs)