Mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono, didakwa korupsi USD 2,7 miliar atau setara Rp 37,8 triliun (kurs Rp 14.000) dalam kasus PT TPPI. Raden Priyono mengaku melakukan tindakan penyelamatan PT TPPI pada 2008 atas perintah Wakil Presiden (Wapres) kala itu, Jusuf Kalla (JK).
"Kebijakan yang ditempuh saat itu untuk mengurangi impor BBM dan memanfaatkan TPPI yang merupakan industri petrochemical yang sahamnya mayoritas milik Pertamina," ujar jubir JK, Husain Abdullah, saat dihubungi detikcom, Kamis (27/2/2020).
Kebijakan yang dimaksud ialah bermula dari Rapat di Istana Wapres pada 21 Mei 2008. Agenda rapat adalah Pengembangan Pusat Industri Petrokimia Tuban, dengan tujuan khusus tentang pemanfaatan kapasitas produksi dan optimalisasi peran TPPI dalam penyediaan suplai BBM untuk kawasan Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rapat dipimpin oleh Wapres Jusuf Kalla dan dihadiri antara lain oleh Menteri ESDM Dirjen Anggaran, Dirjen Kekayaan Negara mewakili Menteri Keuangan RI, Dirut Pertamina, dan Kepala BPH Migas (bukan BP Migas). Tujuan pelaksanaan rapat tersebut membahas tentang permasalahan mengenai sektor migas, khususnya industri Hilir Migas.
Jadi Raden Priyono menjalankan kebijakan pemerintah.Jubir JK Husain Abdullah |
Hasil rapat adalah perlu dilakukan langkah penyelamatan TPPI. BP Migas, Pertamina, dan PT TPPI agar menyelesaikan pembahasan mengenai skema bisnis yang saling menguntungkan bagi PT TPPI dan Pertamina termasuk harga jual minyak mentah/kondensat kepada PT TPPI.
"Jadi Raden Priyono menjalankan kebijakan pemerintah," kata Husain tegas.
Atas arahan itu, Kepala BP Migas Raden Priyono menindaklanjuti dengan menyuntik dana ke PT TPPI sebesar USD 2,7 miliar.
Nah, ternyata belakangan terjadi masalah. PT TPPI kemudian mengembalikan uang sebesar USD 2,5 miliar ke Kemenkeu sehingga masih ada selisih uang yang belum dikembalikan.
"Adapun TPPI kurang bayar, itu masalah perdata," ujar Husain.
Kini Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono duduk di kursi pesakitan PN Jakpus dan didakwa korupsi Rp 37 triliun. Lalu bagaimana dengan Dirut PT TPPI Honggo Wendratno?
Ia lenyap bak ditelan bumi. Mabes Polri menyebut ia sembunyi di Singapura. Namun Kementerian Luar Negeri Singapura membantah tegas.
"Menurut catatan imigrasi kami, Honggo Wendratno tidak ada di Singapura. Hal ini telah disampaikan kepada pihak berwenang Indonesia pada beberapa kesempatan sejak tahun 2017. Tidak ada catatan Honggo yang memegang permanen residen Singapura," kata Kemlu Singapura sebagaimana dilansir di akun resmi Facebooknya.