Mantan Kepala BP Migas Raden Priyono didakwa korupsi Rp 37 triliun dalam kasus PT TPPI. Meski didakwa dengan nilai korupsi fantastis, tapi Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menjerat Raden Priyono dengan pasal pencucian uang.
Pasal pencucian uang biasanya dipakai jaksa untuk menjerat terdakwa korupsi yang bergaya hidup mewah. Mereka kerap mencuci hasil kejahatannya untuk membeli berbagai fasilitas VVIP, barang bermerek papan atas, properti hingga gaya hidup hedon.
"Klien saya sederhana. Sangat sederhana," kata kuasa hukum Raden Priyono, Tumpal Hutabarat saat berbincang dengan detikcom, Rabu (26/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tumpal mengaku kliennya tidak memiliki hobi motor besar layaknya konglomerat. Mobilnya pun tidak gonta-ganti. Ia juga tidak membeli properti hingga tanah bak orang yang korupsi Rp 37 triliun. Rumah satu-satunya di kawasan Kalibata pun tidak direnov layaknya istana.
"Rumahnya di Kalibata sudah ditinggali cukup lama, sebelum menjadi Kepala BP Migas. Tidak ada kolam renangnya," tutur Tumpal.
Saat dijadikan jadi tersangka pada 2016 silam, rekening kliennya sudah diblokir dan dilacak oleh Mabes Polri. Namun tidak ada aliran dana yang fantastis. Semua aliran dari hasil gaji dan penghasilan resmi.
"Tiap bulan gajinya disisihkan sekian persen untuk menyumbang pengajian dan yatim piatu," ucap Tumpal.
Hingga akhirnya disidangkan, penyidik-jaksa tidak menemukan feedback dari pihak-pihak lain. Seperti gratifikasi, suap, aset dan sebagainya. Raden Priyono juga tidak mempunyai perusahaan 'cangkang' untuk melakukan pencucian uang.
"Istrinya juga biasa saja. Tidak memakai tas bermerek. Anaknya malah tidak kelihatan seperti anak pejabat," tutut Tumpal.
Keyakinan Tumpal dikuatkan dengan dakwaan jaksa. Yaitu Raden Priyono tidak dikenakan pasal pencucian uang. Hal itu karena penyidik setelah menyisir kekayaan Raden Priyono tidak ada kejanggalan.
"Hingga hari ini, tidak ada pasal pencucian uang yang disangkakan ke klien saya," cetus Tumpal.
Jaksa menyebut orang lain yang diuntungkan Raden dan Djoko, yaitu Honggo Wendratno selaku Direktur Utama PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI). Raden dan Djoko mengabaikan seluruh persyaratan dan menunjuk PT TPPI yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan baku kondensat menjadi petrokimia berlokasi di Desa Tanjung Awar-Awar, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.
"Kasus kondensat BP Migas - TPPI berawal dari adanya Rapat di Istana Wapres pada tanggal 21 Mei 2008, dengan agenda Pengembangan Pusat Industri Petrokimia Tuban, dengan tujuan adalah khusus tentang pemanfaatan kapasitas produksi dan optimalisasi peran TPPI dalam penyediaan suplai BBM untuk kawasan Jawa Timur," kata Tumpal.
Baca juga: JK: Kesalahan PT TPPI Tidak Lunasi Utang |
Jauh sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada 12 Juni 2015 menilai kesalahan ada pada PT TPPI yang tidak melunasi utang.
"Yang salah adalah kewajiban TPPI tidak dilunasi. Bukan prosesnya. Jadi ini bisa kalau dibayar segera ya bisa selesai, berarti tidak perlu dipidana. Kan utang piutang ini kan," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.