Komisioner KPU Evi Novida Ginting diperiksa KPK terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang menjerat eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks caleg PDIP Harun Masiku. Evi mengaku dicecar soal tugas-tugasnya sebagai Komisioner KPU.
"Kan semua yang ditanyakan sesuai dengan tugas-tugas saya sebagai Divisi Teknis, kemudian apa yg saya ketahui terkait dengan proses rekapitulasi suara, penetapan calon terpilih, seperti itu saja. Penambahan, pendalaman saja," kata Evi setelah diperiksa di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2020).
Evi diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka, yakni Wahyu Setiawan dan Saeful. Evi menyebut dicecar sebanyak tujuh pertanyaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekitar 7 (pertanyaan)," sebutnya.
"Enggak ada. Semua sudah saya sampaikan ke penyidik. Ya mungkin media juga sudah tahu ya, enggak ada komunikasi apa-apa, kita hanya balas surat saja," ujar Evi. Evi menegaskan tidak mengetahui hubungan antara Wahyu dan Harun Masiku. Sebab, Evi tidak pernah berkomunikasi dengan Wahyu membahas soal Harun.
Pemeriksaan terhadap Evi hari ini merupakan penjadwalan ulang. Evi harusnya diperiksa pada Selasa (25/2). Namun pemeriksaan itu batal dilakukan karena banjir Jakarta.
"Karena ada kendala teknis banjir tadi pagi, maka sesuai kesepakatan antara penyidik dan para saksi pemeriksaan akan dijadwal ulang," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (25/2).
Dalam kasus ini, ada empat tersangka yang ditetapkan KPK, yaitu Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan Harun Masiku.
Wahyu dijerat saat menjabat Komisioner KPU, sedangkan Agustiani disebut sebagai orang kepercayaan Wahyu yang juga merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Lalu, Saeful hanya disebut KPK sebagai swasta dan Harun adalah bekas caleg PDIP.
Saeful dan Harun dijerat sebagai pemberi suap, sedangkan Wahyu dan Agustiani adalah penerimanya.
Harun diduga KPK memberikan suap kepada Wahyu terkait PAW anggota DPR dari PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas. Nama Harun disebut didorong DPP PDIP untuk menggantikan Nazarudin. Padahal, bila mengikuti aturan suara terbanyak di bawah Nazarudin, penggantinya adalah Riezky Aprilia.