KPK menduga dua buronnya, yakni eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan eks Caleg PDIP Harun Masiku, kini tak lagi menggunakan telepon seluler (ponsel). KPK mengaku hal ini yang membuat pihaknya belum menemukan kedua buron tersebut hingga saat ini.
"Jika seseorang menggunakan handphone itu sangat mudah sekali atau menggunakan media sosial aktif mudah sekali (terlacak). Faktanya kan tidak seperti itu. Jadi yang kemudian ini, kami akan terus berusaha, berkomitmen untuk mencari para DPO ini," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020).
Ali menyebut KPK memang belum mendeteksi keberadaan Nurhadi dan Harun. Menurut Ali, salah satu faktornya adalah kedua buron tersebut diduga tidak menggunakan alat komunikasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya sampai hari ini tentunya begitu (diduga tak pakai alat komunikasi), sehingga kami tidak mengetahui keberadaan para tersangka atau belum mengetahui secara pasti. Sehingga kami belum bisa menangkapnya," ujar Ali.
Meski demikian, Ali mengatakan tim KPK terus berupaya semaksimal mungkin mencari dua DPO itu meski diduga tak lagi menggunakan alat komunikasi. KPK mengaku memanfaatkan informasi dari masyarakat terkait keberadaan dua buron tersebut.
"Semua DPO yang kami tetapkan (dicari) berdasarkan informasi masyarakat pasti kami telusuri. Tapi sampai dengan malam ini Harun dan Nurhadi belum didapatkan," tuturnya.
Untuk diketahui, Nurhadi dan Harun Masiku merupakan tersangka KPK yang jadi buron dalam dua kasus yang berbeda. Harun menjadi buron dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Harun dijerat sebagai tersangka bersama Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat Komisioner KPU; Agustiani Tio Fridelina, yang disebut sebagai orang kepercayaan Wahyu; dan Saeful. KPK menjerat Saeful dan Harun sebagai pemberi suap, sedangkan Wahyu dan Agustiani adalah penerimanya.
Sementara Nurhadi jadi buron KPK bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto. Ketiganya menjadi tersangka dalam kasus suap-gratifikasi Rp 46 miliar. Uang itu diduga KPK terkait suap untuk memuluskan perkara yang sedang berlangsung di pengadilan selama Nurhadi menjadi Sekretaris MA pada kurun 2011-2016.