Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik sikap Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, yang menyoroti kinerja para penyidiknya ketika memeriksa saksi-saksi perkara di KPK. Menurut ICW, Nawawi semestinya tak ikut campur terlalu jauh atas apa yang dilakukan penyidik.
"Pemeriksaan itu merupakan otoritas dari penyidik yang dijamin independensinya dalam undang-undang. Sebagai pimpinan, semestinya yang bersangkutan tidak ikut campur terlalu jauh," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, lewat pesan singkat, Minggu (16/2/2020) malam.
Kurnia mengatakan seharusnya Nawawi mengkonfirmasi dulu pengakuan para saksi terkait perilaku penyidik. Menurut dia, Nawawi terlalu buru-buru mengkritik anggotanya sendiri.
"Apakah pernyataan dari saksi itu benar atau tidak? Jangan sedikit-sedikit langsung mengkritik apa yang dilakukan oleh Penyidik KPK," tutur Kurnia.
Kurnia kemudian menuturkan kondisi KPK saat ini tak lagi sama, sejak masuknya Firli Bahuri cs sebagai pimpinan. "Sistem dan nilai-nilai yang ada di KPK terlihat sudah mulai sirna ketika 5 pimpinan KPK ini mulai bekerja," imbuh Kurnia.
Kurnia memprediksi publik akan memberikan sentimen negatif kepada KPK jika kelima pimpinan tak mengubah pola kerja mereka.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang mengklaim penyidik KPK kebingungan mengajukan pertanyaan kepadanya. Ahmad Sahroni diperiksa KPK terkait kasus suap proyek di Bakamla.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua terkait masalah pertanyaan tentang bisnis masa lalu. Ya biasalah namanya waktu zaman Abang dulu bisnis minta informasi, tapi masalahnya bisnis dengan Bakamla sama sekali gua nggak tahu, " kata Sahroni usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (14/2).
"Tadi juga kenapa sampai satu jam setengah ngobrolnya yang lain lebih banyak daripada urusan Bakamla karena bingung penyidiknya mau nanya urusan Bakamla gua nggak tahu sama sekali," imbuh Sahroni.
Terkait klaim 'penyidik kebingungan', Nawawi memberi tanggapan. Dia mengatakan jika pengakuan Sahroni benar, maka penyidik dianggap tak profesional.
"Kalau ini benar, tentu sangat memprihatinkan dan menunjukkan ketidakprofesionalan dalam bekerja. Inilah yang kami maksudkan perlu mengevaluasi cara kerja agar tidak terkesan bekerja sesukanya," kata Nawawi kepada detikcom.
Ia mengaku tidak peduli terhadap adanya anggapan pimpinan KPK dinilai melakukan intervensi terhadap pemeriksaan saksi-saksi di KPK. Menurutnya, sebagai pimpinan KPK, dia bersama empat pimpinan yang lain bertanggung jawab terhadap perilaku kerja di lembaga antirasuah itu.
"Saya tidak peduli dengan tudingan intervensi atau apa pun. Sebagai pimpinan kamilah yang bertanggung jawab atas segala perilaku kerja di lembaga ini," ujarnya.
Pemeriksaan terhadap Sahroni berkaitan dengan PT Merial Esa (ME), korporasi yang dijerat KPK sebagai tersangka. PT ME diketahui milik Fahmi Darmawansyah, yang telah divonis bersalah dalam kasus ini.
PT ME diduga membantu memberikan suap kepada Fayakhun Andriadi, yang saat itu menjabat anggota DPR. Suap kepada Fayakhun itu, disebut KPK, diberikan oleh Fahmi Darmawansyah.
Total suap yang diduga diberikan kepada Fayakhun ialah USD 911.480 atau sekitar Rp 12 miliar. Duit itu diduga diberikan secara bertahap lewat rekening di Singapura dan China dengan tujuan agar Fayakhun mengupayakan proyek pengadaan satellite monitoring Bakamla bisa dianggarkan pada APBN-P 2016.