KPK Bakal Upaya Maksimal Agar Aset Rohadi PNS 'Tajir Melintir' Disita Negara

KPK Bakal Upaya Maksimal Agar Aset Rohadi PNS 'Tajir Melintir' Disita Negara

Ibnu Hariyanto - detikNews
Senin, 10 Feb 2020 21:56 WIB
Rohadi
Rohadi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

KPK terus memanggil saksi-saksi berkaitan dengan penanganan kasus pencucian uang 'PNS tajir' Rohadi. KPK bakal berupaya semaksimal mungkin agar aset milik Rohadi bisa disita oleh negara untuk asset recovery.

"Kita akan maksimal karena ini kan bagian dari follow the money yang nanti ujungnya uang yang telah beralih menjadi aset tentunya harapannya di persidangan akan dirampas untuk negara. Tentunya ini kita akan maksimalkan aset-aset itu. Nanti ketika persidangan pun tuntutan JPU akan maksimal untuk mengembalikan asset recovery yang berawal dari penerimaan uang kemudian dialihkan jadi aset," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Senin (10/2/2020).

Ali mengatakan KPK terus mengumpulkan bukti-bukti agar sangkaan pencucian uang terhadap Rohadi itu bisa terbukti di pengadilan. Salah satunya pengumpulan bukti penguat itu dilakukan dengan pemanggilan saksi-saksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah sekarang kita cari, kita gali lebih lagi penerimaan, gratifikasi lain yang kemudian telah beralih apakah itu dibelanjakan, disimpan karena itu unsur-unsur dalam TPPU. Itulah kemudian yang terus dicari aset-asetnya, digali, dikonfirmasi para saksi agar lebih kuat nanti di persidangan," ucapnya.

Meski demikian, KPK menyakini aset-aset Rohadi itu berasal dari hasil pencucian uang. Sebab, Ali mengatakan sebelum dijerat kasus pencucian uang, Rohadi tersebut dahulu dijerat kasus dugaan suap dan gratifikasi yang kemudian jatuhi vonis oleh majelis hakim. Ali menilai hal itu sebagai bukti permulaan.

ADVERTISEMENT

"Ya harus meyakini (hasil pencucian uang), karena itu bukti permulaan yang cukup dari TPPU justru dari situ. Ketika gratifikasinya ada dan dialihkan intinya kan di situ. Karena TPPU itu kan beralih jadi aset, disimpan, dialihkan kan gitu ya itu akan ditelusuri. Makanya itu butuh waktu yang lama agar kita firm betul, kuat bahwa itu bahwa dari tindak pidana korupsi," tuturnya.

Rohadi, yang merupakan mantan panitera PN Jakarta Utara, dihukum 7 tahun penjara karena menerima suap terkait penanganan perkara Saipul Jamil.

Rohadi terbukti menerima suap senilai Rp 300 juta terkait penanganan perkara tersebut. Suap senilai Rp 50 juta untuk pengurusan majelis hakim dan Rp 250 juta untuk mengatur agar Saipul Jamil divonis ringan oleh majelis hakim PN Jakarta Utara.

Kemudian, Rohadi juga dijerat dengan sangkaan pidana gratifikasi dan pencucian uang. Kasus itu kini masih tahap penyidikan di KPK.

Rohadi juga diketahui memiliki 19 mobil dengan harga masing-masing di atas Rp 500 juta. Padahal, ia hanya mendapat gaji Rp 8 juta per bulan.

Kontrakan saat jadi sipir ia tinggalkan dan berpindah membeli sebuah rumah di Bekasi. Tak berapa lama, ia membeli rumah megah di The Royal Residence, Pulogebang, Jakarta Timur.

Di kompleks elite itu, Rohadi membeli 2 unit dan menjadikan satu rumah mewah. Acapkali, ia pulang dikawal dengan iring-iringan kendaraan pengawal, layaknya pejabat negara. Gelimang harta tidak hanya di Jakarta. Di kampung halamannya, Indramayu, ia membangun sebuah rumah sakit. Kini beberapa aset milik Rohadi itu sudah disita KPK.

Halaman 2 dari 2
(ibh/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads