Kapolda Riau, Irjen Agung Setya Imam Effendi meresmikan posko relawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Acara ini dihadiri Gubernur Riau, Syamsuar.
Peresmian Posko Relawan Karhutla ini berada di Kompleks Purna MTQ di Jalan Sudirman, Pekanbaru, Kamis (30/1/2020).
"Alhamdulillah Pak Kapolda menginisiasi dengan mengajak para relawan untuk bersama-sama usaha pencegahan sekaligus usaha pemadaman. Sehingga tentunya harapan kita semakin cepat kalau terjadinya kebakaran segera cepat dipadamkan apinya tidak meluas dan mengganggu masyarakat karena asapnya," kata Gubernur Riau Syamsuar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syamsuar optimistis dengan posko relawan bisa lebih optimal dalam penanggulangan Karhutla. Semakin banyak relawan, tentunya lebih optimis dalam pencegahan.
"Sebabkan yang menjadi persoalan kini adalah kesadaran masyarakat kita disebabkan ekonomi, juga disebabkan adanya orang-orang yang punya kepentingan untuk mengolah lahan dan untuk ambil kayunya. Semakin ramai kita semakin ramai menyampaikan masyarakat semakin tumbuh kesadaran tentunya akan mengurangi kebakaran," kata Syamsuar.
Namun demikian, Syamsuar menyebutkan sampai saat ini pihaknya belum menetapkan siaga darurat Karhutla di tahun 2020 ini. Alasannya sejauh ini, walau sejumlah kabupaten ada kebakaran lahan, belum ada yang menetapkan siaga.
"Karena situasikan kalau kita hari ini menetapkan siaga darurat, kan siaga daruratnya kan harus ada salah satu kabupaten dulu menetapkan siaga darurat. Walau di Kabupaten Bengkalis ada api kemaren, tapi semuanya dapat ditangani. Jadi belum sampai kita menetapkan siaga darurat," kata Syamsuar.
Sementara itu aktivis lingkungan Scale Up di Riau menilai pemerintah jangan terjebak pada hal teknis seperti pendirian posko relawan.
"Karena pembuatan posko itu hanya bisa memadamkan di sekitar posko dan semasa posko masih ada," kata Direktur Scale Up, Dr Rawa El Amady kepada detikcom saat diminta komentarnya.
Menurut Rawa, yang perlu dilakukan agar isu kebakaran ini masuk dalam ranah kebijakan.
"Hasil riset kami menunjukan ada dua faktor kebakaran. Pertama perusahaan yang ingin mendapatkan keuntungan dan kemarau panjang. Kedua, masyarakat pendatang yang tidak mempunyai pengetahuan tenganh pembakaran dan masyarakat lokal yang tergantung secara ekonominya ke para tauke" tutup Rawa.
(cha/tor)