Kawasan Monumen Nasional (Monas) sedang dalam proses revitalisasi. Rencana revitalisasi ini sempat menuai polemik setelah status perizinannya dipersoalkan. Sebelum persoalan ini mengemuka, ternyata kawasan Monas punya sejarah perkembangan yang patut disimak.
Monas merupakan tugu yang dianggap melambangkan keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia. Sebagaimana dikutip dari laman Jakarta.go.id, tugu yang terletak di tengah lapangan Merdeka, yang salah satu bagiannya, yakni lapangan Ikada, pernah digunakan oleh Soekarno-Hatta sebagai tempat rapat raksasa rakyat untuk mengusir penjajah.
Dalam membangun Monas, proklamasi 17 Agustus 1945 dijadikan simbol yang dituangkan dalam wujud tugu agar rakyat selalu bisa mengenang peristiwa bersejarah itu. Pelaksanaan pembangunan Monas dimulai pada 17 Agustus 1961 oleh Panitia Monas. Dengan mengambil perencanaan, konstruksi, dan material lokal, juga bantuan luar negeri dari Jepang, Jerman Barat, Italia, dan Prancis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mengunjungi Monasnya Brussel |
Pembangunan dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama, dilaksanakan Panitia Monumen Nasional yang diketuai Presiden RI. Tahap kedua dimulai pada 1969 dan dilaksanakan oleh Panitia Pembina Tugu Nasional berdasarkan Keppres No 314 Tahun 1968 yang diketuai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan selesai pada 1975.
Monas terbagi atas beberapa bagian, yakni Pintu Gerbang Utama, Ruang Museum Sejarah, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Puncak Tugu, Api Kemerdekaan, dan Badan Tugu. Seluruh ukuran yang terdapat dalam Tugu Nasional sudah disesuaikan dengan angka keramat 17-08-1945, yang merupakan hari kemerdekaan Indonesia. Dalam perkembangannya Monas merupakan titik pencar perkembangan wilayah Kota Jakarta. Hal ini dimaksudkan agar diketahui jelas mengenai bentuk dan arah perkembangan kota Jakarta agar terjadi perkembangan wilayah kota yang seimbang sesuai dengan 'Rentjana Induk (Master Plan) DCI Djakarta 1965-1985'.
Pernah Jadi Lokasi Jakarta Fair
Berdasarkan catatan dokumen Indonesian Visual Art Archive, pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966-1977), kawasan lapangan Monas pernah dimanfaatkan untuk tempat pesta rakyat tahunan yang dikenal dengan Jakarta Fair. Jakarta Fair ketika itu menempati bagian selatan lapangan Monas, tepat di depan Balai Kota. Kebijakan gubernur yang akrab disapa Bang Ali ini pun dianggap sebagai kebijakan yang berpihak pada rakyat ketika itu. Namun, pada masa Gubernur Wiyogo (1987-1992), Jakarta Fair yang sudah 20 tahun berlangsung di lapangan Monas dipindahkan ke kawasan bekas bandar udara Kemayoran.
Baca juga: PRJ, Pasar Gambir, dan Tong Tong Fair |
Pemagaran Monas dan Penanaman Pohon
Pada 2002, ketika kondisi politik nasional makin memanas menjelang Pemilu 2003, Gubernur Sutiyoso memutuskan memasang pagar keliling setinggi 4 meter dengan biaya Rp 9 miliar. Alasannya untuk menertibkan pedagang asongan dan kaki lima yang menjamur di dalam lapangan Monas.
Berbagai protes sempat datang bertubi-tubi. Akibat dari pemagaran itu, Lapangan Merdeka yang ditinggalkan menjadi lahan kosong, lalu menjadi lahan perebutan untuk, antara lain, parkir Balai Kota yang juga sempat menuai protes masyarakat dan pedagang kaki lima.
Baca juga: Kisah Bang Ali 'Takluk' Pada Urbanisasi |
Namun Sutiyoso tak hanya melakukan pemagaran. Seperti dicatat Abidin Kusno dan kawan-kawan dalam buku 'Ruang publik, identitas, dan memori kolektif: Jakarta pasca-Soeharto', Sutiyoso juga memerintahkan perbaikan lingkungan di taman, seperti penapakan jalan, penanaman berbagai pohon, dan penempatan kijang-kijang. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memperbaiki citra kawasan Monas agar tampak kian asri.
Simak Video "Monas Gundul Akibat Revitalisasi, Puan: Kembalikan Seperti Aslinya!"
Rencana Revitalisasi Monas
Kepemimpinan di DKI Jakarta terus berganti, begitupun nasib Monas. Pada awal kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, upaya revitalisasi kawasan Monas muncul. Pada 2018, Pemprov DKI Jakarta menganggarkan Rp 150 miliar untuk merevitalisasi Lapangan Monas. Revitalisasi dilakukan untuk perbaikan cat tugu Monas hingga perbaikan taman.
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Asiantoro saat itu menuturkan, dari anggaran Rp 150 miliar tersebut, sebagian akan dipakai untuk memperbaiki kerusakan yang ada di Monas. Asiantoro menuturkan tidak ada desain khusus untuk memperbaiki Lapangan Monas. Anggaran tersebut hanya perbaikan rutin tiap tahunnya.
Namun, sebelumnya, pada 2017, Gubernur Djarot Saiful Hidayat mengatakan sempat merevitalisasi Monas saat menjabat. Dia mengaku sempat berkoordinasi dengan Sekretariat Negara (Setneg) untuk merevitalisasi Air Mancur Menari di Monas pada 2017. Namun Djarot tidak memastikan apakah setiap revitalisasi wajib koordinasi atau izin kepada Setneg atau tidak.
Revitalisasi Dimulai dan Sempat Terganjal Izin
Rencana revitalisasi ini pun mulai dikerjakan pada Januari 2020. Beberapa pohon di kawasan Monas pun ditebang. Sebagian kawasan Monas jadi tampak gundul.
Masalah ini pun dibahas di rapat Komisi D DPRD DKI dengan Pemprov DKI pada Senin (22/1/2020). Saat itu, Kepala Dinas Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) Heru Hermawanto mengatakan tak semua pohon di Monas ditebang. Dia mengungkapkan, dari ratusan pohon berusia puluhan tahun itu, ada pula yang dipindahkan.
Sementara itu, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusmada Faizal menjelaskan penebangan pohon di Monas sudah mendapat persetujuan dari Dinas Pertamanan DKI Jakarta. Nantinya, kata Yusmada, dari 1 pohon yang ditebang akan digantikan dengan 10 pohon.
Dari masalah pohon, pembahasan ternyata berlanjut ke soal izin. Komisi D menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mengantongi izin Sekretariat Negara (Setneg) untuk melakukan revitalisasi Monas. Masalah izin ini menurutnya sesuai dengan Keppres 25 Tahun 1995 tentang Penataan Kawasan Medan Merdeka.
Sementara itu, Sekretaris Utama Kemensetneg Setya Utama membenarkan bahwa revitalisasi Monas memang belum mengantongi izin dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Komisi Pengarah yang dimaksud Setya merupakan istilah yang tertuang dalam Keppres Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Namun, saat ini Komisi Pengarah sedang membahas soal perizinan ini.
Bukan cuma soal pohon, urusan revitalisasi Monas ini pun sampai melebar pada penyelenggaraan Formula E. Terkait hal ini, Jakarta Propertindo (JakPro) bersama FΓ©dΓ©ration Internationale de l'Automobile (FIA) sebelumnya sudah menyelesaikan rencana sirkuit untuk gelaran tersebut. Lintasan yang digunakan masuk ke dalam kawasan Monas, Jakarta Pusat.
Garis start akan dimulai dari Jalan Medan Merdeka Selatan ke arah patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda. Kemudian, masuk ke kawasan Monas dari gerbang silang barat daya Monas, yakni pertemuan Jalan Medan Merdeka Barat dan Jalan Medan Merdeka Selatan.
Lintasan menuju tengah tugu Monas kemudian berputar menuju pintu gerbang di belakang Stasiun Gambir. Lintasan kemudian kembali ke Jalan Medan Merdeka Selatan.
Namun Pemprov DKI mengatakan hal revitalisasi Monas tak berkaitan dengan gelaran Formula E. Revitalisasi Monas direncanakan sebelum Jakarta ditunjuk sebagai salah satu tuan rumah Formula E. Sementara itu, izin Formula E ke Komisi Pengarah pun telah diajukan dan sedang dibahas.