Ombudsman: Ada Indikasi Polisi-Jaksa Buang Badan di Kasus Pelajar Bunuh Begal

Ombudsman: Ada Indikasi Polisi-Jaksa Buang Badan di Kasus Pelajar Bunuh Begal

Rahel Narda Catherine - detikNews
Rabu, 22 Jan 2020 12:49 WIB
Ombudsman saat acara ngopi bareng (Foto: Rahel Narda/detikcom)
Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyoroti penanganan kasus pelajar yang membunuh begal di Malang, Jawa Timur. Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menilai adanya indikasi 'buang badan' yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus itu.

"Maka kami berpendapat bahwa ketika kemudian kasus ini dibawa ke kejaksaan, dan kejaksaan juga begitu, tidak mau pusing-pusing kemudian membuat suatu pasal berlapis, optimal juga. Kami melihat ada indikasi buang badan ini, polisi tidak berani ambil risiko menghadapi dilema tadi, jaksa juga tidak berani mengambil risiko dilema tadi dan sama-sama buang badan ke pengadilan," kata Adrianus di Gedung Ombudsman, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2020).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adrianus menilai aksi buang badan itu lantaran adanya dilema kala menangani kasus tersebut. Dilema yang dimaksud adalah pelaku yang masih di bawah umur. Selain itu juga karena pembunuhan dilakukan lantaran membela diri.

"Teman-teman sekalian dalam hal ini kepolisian kejaksaan tampaknya berada posisi dilema yakni pada posisi pelakunya adalah anak-anak masih pelajar, juga benar berada di situasi membela diri yang kemudian kepadanya dapat dikenakan dalil pembelaan terpaksa. Namun juga di pihak lain dilema ini terdapat situasi dimana siswa sudah membunuh, sudah menghilangkan nyawa orang lain dan juga yang bersangkutan membawa senjata tajam," tuturnya.



Simak Juga Video "Sakit Hati Korban Hamili Istrinya Jadi Motif Pembunuhan di Gresik"

[Gambas:Video 20detik]




Menurut dia, polisi dan kejaksaan enggan mengambil risiko kala menghadapi dilema itu. Padahal, menurut Adrianus, baik polisi maupun kejaksaan memiliki ruang penanganan.

"Dalam masa penyelidikan maka sebetulnya tersedia waktu yang cukup bagi kepolisian untuk memproses memastikan apa benar dapat dapat dikenakan dalil pidana kepadanya. Untuk itu maka kepolisian tidak usah bekerja sendiri, bisa memanggil ahli untuk kemudian memperjelas proses perkara. Juga karena dalam ini tersangka adalah anak-anak maka harus disidik oleh penyidik yang telah terkualifikasi untuk itu," kata Adrianus.

"Maka kami berpendapat bahwa ketika kemudian kasus ini dibawa ke kejaksaan, dan kejaksaan juga begitu, tidak mau pusing-pusing kemudian membuat suatu pasal berlapis, optimal juga. Kami melihat ada indikasi buang badan ini, polisi tidak berani ambil risiko menghadapi dilema tadi, jaksa juga tidak berani mengambil risiko dilema tadi dan sama-sama buang badan ke pengadilan," imbuh dia.



Keengganan menghadapi dilema itulah yang menurut Adrianus membuat polisi dan jaksa 'buang badan'. Menurut dia, keduanya ingin melimpahkan dilema tersebut kepada pengadilan.

"Jadi dalam hal ini kami mengingatkan bahwa maladministrasi berupa.. bisa diperagakan oleh kepolisian dan kejaksaan ketika menghadapi situasi dilema dimana buang badan tersebut. Kepolisian kirim ke kejaksaan, kejaksaan kirim ke pengadilan. Padahal mereka memiliki ruang-ruang penanganan," kata Adrianus.
Halaman 2 dari 2
(mae/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads