Jakarta - Nama mantan Menteri Agama,
Lukman Hakim Saifuddin, beberapa kali disebut-sebut menerima uang Rp 70 juta terkait pengisian jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur (Kanwil
Kemenag Jatim).
Terbaru, nama eks Menag Lukman disebut majelis hakim menerima uang Rp 70 juta terkait pengisian jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur (Kanwil Kemenag Jatim) saat pembacaan vonis terdakwa Romahurmuziy (Rommy) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, pada Senin, 20 Januari 2020.
Ketika itu, Lukman menerima uang Rp 70 juta dari Haris melalui ajudannya, Heri Purwanto. "Lukman Hakim Saifuddin menerima sebesar Rp 70 juta yang diterima oleh Lukman Hakim tanggal 1 Maret 2019 sejumlah Rp 50 juta dan tanggal 9 Maret 2019 sejumlah Rp 20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman Hakim Saifuddin," kata hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menyatakan perbuatan Rommy dilakukan bersama-sama dengan Lukman Hakim. Rommy dan Lukman disebut melakukan intervensi dalam seleksi jabatan yang diikuti Haris Hasanudin.
Nama Lukman bukan pertama kali disebut menerima suap. Dalam dakwaan jaksa maupun saat kasus suap Kemenag ini diselidiki KPK, Lukman ikut dimintai keterangan dan dihadirkan menjadi saksi.
Atas tudingan itu, Lukman pernah angkat bicara. Lukman membantah menerima duit suap Rp 70 juta sebagaimana dakwaan jaksa KPK atas terdakwa Haris Hasanuddin.
"Terkait dakwaan tadi, saya ingin jelaskan sekali lagi bahwa Rp 50 juta sebagaimana yang disampaikan Saudara Haris tidak benar sama sekali. Karena saya tidak pernah menghadiri atau pertemuan khusus bersama dia. Jadi pertemuan saya, saya datang ke Hotel Mercure untuk melakukan pembinaan kepada sejumlah ASN Kementerian Agama itu langsung saya lakukan. Jadi tidak ada jeda waktu semenit pun untuk saya hanya berdua dengannya (Haris)," kata Lukman di kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Senin, 3 Juni 2019.
Lukman menegaskan tidak ada pertemuan khusus antara dirinya dan Haris. Karena itu, Lukman mengaku tidak pernah menerima duit dari Haris secara langsung.
"(Saya) selalu berada di kerumunan banyak orang di sejumlah tempat yang banyak dihadiri banyak orang, saat saya tiba sampai saya meninggalkan acara. Jadi sama sekali Rp 50 juta itu saya tidak tahu-menahu. Dari saat saya tiba sampai saya meninggalkan acara di sana," ujarnya.
Selain itu, Lukman meluruskan soal uang Rp 20 juta yang disebut jaksa diterima dari Haris pada 9 Maret 2019 di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
"Yang Rp 20 juta, yang benar adalah Rp 10 juta. Itu yang terjadi pada 9 Maret. Ketika saya hadir di Tebuireng saat menghadiri seminar di bidang kesehatan saya memang hadir di situ," ungkapnya.
Namun, menurut Lukman, uang yang diberikan Haris tersebut tidak diterima langsung oleh Lukman. Lukman menyebut uang Rp 10 juta dari Haris tersebut diberikan kepada ajudannya. "Rp 10 juta yang menerima adalah ajudan saya. Dan saya baru dikabari oleh ajudan saya malam setelah tiba di Jakarta. 'Pak, ini titipan dari Kakanwil'. Saya mengatakan apa konteksnya karena saya merasa itu tidak jelas. Dia mengatakan honorarium tambahan," jelas Lukman.
"Menurut saya, saya tidak punya hak menerima itu karena saya hadir di Tebuireng bukan agendanya Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur, itu agendanya Pondok Pesantren Tebuireng kerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Saya hadir sebagai Menteri Agama yang berbicara sebagai narasumber," lanjut Lukman
Lukman lalu meminta ajudannya langsung mengembalikan Rp 10 juta tersebut kepada Haris. Dia meminta ajudannya mengembalikannya pada tanggal 9 Maret malam.
"Jangankan menerima, menyentuh saja tidak. Tapi karena ajudan saya tidak pernah punya kesempatan untuk bertemu Saudara Haris karena Haris tinggal di Surabaya, maka kemudian terjadilah peristiwa OTT 15 Maret itu, baru tanggal 22 (Maret) saya tahu ajudan melaporkan ke saya bahwa uang yang diterima dari Haris itu masih ada di tangannya. Ternyata belum sempat disampaikan," imbuhnya.
Lukman pun memutuskan mengembalikan uang Rp 10 juta tersebut kepada KPK. Lukman juga telah mendapatkan tanda terima gratifikasi dari KPK karena menyerahkan Rp 10 juta tersebut. "Artinya, KPK menerima laporan saya dan menyikapi sebagaimana ketentuan yang berlaku. Karena ketentuannya menyatakan jangka waktu 30 hari kerja gratifikasi yang diterima penyelenggara negara wajib dilaporkan kepada KPK," paparnya.
Mengenai uang ratusan juta rupiah yang disita KPK dari laci ruang kerjanya, Lukman pernah mengaku menghormati proses hukum yang dijalankan KPK. Total uang yang disita KPK dari penggeledahan di ruang kerja Lukman pada Senin, 18 Maret 2019, itu sekitar Rp 180 juta dan USD 30 ribu.
Atas nasib uang tersebut, hakim memutuskan meminta jaksa mengembalikan uang yang disita dari laci meja Lukman itu. Alasannya, tidak ada hubungan antara uang tersebut dan perbuatan eks Ketum PPP Romahurmuziy alias Rommy.
Divonis 2 Tahun Penjara, Rommy: Saya Diskusi dengan Keluarga Dulu
[Gambas:Video 20detik]
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini