"Yang pasti hasil ekspose, hasil gelar perkara dengan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dipimpin oleh tiga pimpinan KPK, waktu itu saya lagi di Surabaya, kita bersepakat bahwa berdasarkan bukti permulaan cukup bahwa telah terjadi suatu tindak pidana," kata Firli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Wahyu Setiawan dijerat KPK melalui OTT pada Rabu, 8 Januari 2020. Wahyu lantas ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku, dan Saeful. KPK menduga Wahyu dan Agustiani adalah penerima suap, sedangkan pemberinya adalah Harun dan Saeful.
Kepentingan suap itu berkaitan dengan pengurusan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP. Harun sebagai caleg PDIP bersama Saeful diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk memuluskan niat Harun menggantikan anggota DPR dari PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas. Namun, dari keempat tersangka itu, hanya Harun yang jejaknya hingga kini masih ditelusuri KPK.
Kasus ini lantas berkembang lantaran sempat ada kabar liar beredar yang bersinggungan dengan kepentingan partai, yaitu PDIP. Namun PDIP membela diri dengan menyiapkan tim hukum untuk mengawal persoalan ini.
Kasus itulah yang lantas dikomentari Yenti dalam acara diskusi pada Minggu (19/1) kemarin. Yenti menilai Wahyu sebenarnya menipu Harun dengan janji bisa menjadikannya anggota DPR.
"Jadi saya berpikir bahwa penipuan itu salah satu modusnya. Ada korupsinya, tetapi kalaupun pakai pasal korupsi harus sesuai dengan unsur yang ada," kata Yenti dalam diskusi yang juga dihadiri anggota DPR dari PDIP Adian Napitupulu tersebut.
"Artinya, KPK harus menyiapkan bukti, misal bahwa menerima, kan sudah, kemudian patut diketahui atau patut diduga untuk menggerakkan. Ini harus tahu ini di dalam kronologis harus betul-betul terjawab, karena mereka menyadap tapi mungkin chatting dengan itu, pembahasan di HP-nya," sambungnya.
Menurut Yenti, dia meyakini pernyataan KPU yang mengatakan tak mungkin tak ada kolektif kolegial dalam kasus suap Wahyu. Dari situlah, menurut Yenti, diyakini modus kasus tersebut adalah penipuan.
"Dan kemudian bagaimana pada akhirnya penyuap memberikan, padahal menurut KPU tidak mungkin kalau tidak kolektif kolegial? Nah di situ saya mengatakan, mungkin di situ ada yang meyakinkan penipuan tidak apa-apa di situ. Ada penipuannya, nggak masalah menurut saya," ujarnya.
Simak Video "DKPP Copot Wahyu Setiawan dari Anggota KPU"
(azr/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini