Keraton Agung Sejagat Diduga Manfaatkan Ramalan Sabdo Palon

Keraton Agung Sejagat Diduga Manfaatkan Ramalan Sabdo Palon

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Kamis, 16 Jan 2020 13:18 WIB
Foto: Suasana Keraton Agung Sejagat (Rinto Heksantoro/detikcom)
Jakarta - Kehebohan munculnya Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) di Desa Pogung Jurutengah, RT 03/RW 01, Kecamatan Bayan, Purworejo ternyata bisa ditelusuri polanya. Pola Kerja ini dinilai memanfaatkan sejarah janji Sabdo Palon.

Pola ini dijelaskan oleh Budayawan Jawa Irfan Afifi yang dihubungi detikcom, Kamis (16/1/2020). Mulanya Irfan berbicara tentang klaim berdirinya Keraton Agung Sejagat adalah untuk menunaikan janji 500 tahun dari runtuhnya Kerajaan Majapahit.

"Saya bayangin Pak Totok itu pakai subjeknya tidak Islam. Diganti, besok yang menguasai Jawa ini Majapahit lagi. Yang dimiripkan nagih janjinya Sabdo Palon. Nalarnya begitu kira-kira," lanjut penulis buku 'Saya, Jawa dan Islam' ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sabdo Palon dan 'janji 500 tahun' yang dipaparkan Irfan adalah kisah berdasarkan sejumlah karya sastra Jawa (serat), di antaranya Babad Kediri dan Serat Darmagandul. Ceritanya berkisar pada tema perpindahan corak keagamaan orang Jawa saat keruntuhan Kerajaan Majapahit, era Raja Brawijaya V.

Saat itu, dua nayaka Prabu Brawijaya yakni Sabdo Palon dan Naya Genggong kemudian heran dengan perubahan sosio-religius yang terjadi di Majapahit. Sabdo Palon dan Naya Genggong kemudian meninggalkan Brawijaya dan meramalkan bahwa Jawa akan kembali ke agama asalnya setelah 500 tahun lagi.

Irfan juga membahas soal tata cara kerajaan yang menyelipkan tradisi kirab di dalamnya. Menurut pandangannya, tradisi kirab yang dilakukan oleh kerajaan Keraton Agung Sejagat tidak seperti tradisi dalam Kerajaan Mataram, melainkan hasil modifikasi.

"Jadi, kalau dulu kan tradisinya jumenengan. Kalau jumenengan kan bukan model kirab-kirab gitu. Jumengan itu adalah tradisi Mataram Islam ya. Maka tata cara Keraton Agung Sejagat (KAS) itu kan sudah dimodifiikasi. Saya bayangin itu nggak ada di zaman lalu, tapi dianggap begitu oleh orang sekarang. Ada yang dari masa lalu sedikit, terus dicampur-campur. Itu kayak bikin ritus sendiri, agar membedakan dengan keraton yang lalu," tuturnya.


Dia juga menjelaskan soal mengapa Keraton Agung Sejagat banyak diikuti orang. Dia menyebut hal ini bisa dilihat dari dua motif. Salah satunya yakni motif ekonomi.

"Ini karena masyarakat sakit, karena terlilit utang. Saya dengar sendiri yang ikut banyak yang ditagih utang terus. Ada motif ekonominya. Ketika datang iming-iming berdiri kerajaan bisa bayar utang dan gaji Rp 30 per bulan. Ya mau, karena memberi harapan," ujarnya.

Alasan kedua, dia menduga terperdayanya para pengikut kerajaan Keraton Agung Sejagat karena faktor psikologi orang Jawa. Dia mengatakan, orang Jawa memiliki 'psikologi ikut saja' namun dalam praktiknya sesungguhnya orang Jawa tidak terlalu serius, alias 'easy going'.

"Kedua, psikologinya orang Jawa itu ikut, tapi ya guyonan aja. Tapi pas ditanya apakah ini akan jadi kerajaan besar, ya nggak juga," ungkapnya.


Sebelumnya, Eks pengikut Keraton Agung Sejagat, Setiyono Eko Pratolo, menuturkan ada aturan-aturan khusus yang berlaku saat di luar area bangunan 'keraton' maupun saat mereka ada di dalam gedung.

Pria yang menjabat Kasi Pemerintahan di Desa Pogung Jurutengah itu menuturkan ada perlakuan khusus terhadap raja dan permaisuri saat kirab kerajaan. Raja-ratu berhak naik kuda, demikian juga para punggawa berbintang empat bintang di pundak.

Aturan lainnya adalah anggota kerajaan juga dilarang menggunakan HP, baik saat kirab maupun ketika berada di dalam gedung 'keraton'. "Saya saja waktu itu HP tidak boleh bawa. Baik saat kirab maupun di dalam gedung," kata Eko.

Motif pengumpulan uang dari warga mulai dirasakan ketika pihak 'kerajaan' menarik iuran. Dalihnya untuk pengadaan baju adat kerajaan, konsumsi, dan penggandaan buku panduan.

"Iya saya waktu itu juga diminta membayar uang total habis Rp 2,3 juta. Katanya untuk baju adat Jawa, konsumsi, dan buku paduan," jelasnya.

Berdirinya Keraton Agung Sejagat disebut sebagai upaya menunaikan janji 500 tahun usai runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kini, di sekitar 'kerajaan' itu sudah dipasang garis polisi. Raja dan permaisuri Keraton Agung Sejagat pun sudah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Totok Santoso, 42, dan Fanni Aminadia, 41, keduanya dijerat dengan pasal 14 UU RI No 1/1946 tentang menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran. Serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan.


Simak Video "Forum Keraton Merasa Tercoreng Gegara Ulah Raja-Ratu Agung Sejagat"

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 4 dari 3
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads