Jakarta - Tersangka dugaan suap Wahyu Setiawan mengaku dalam posisi sulit untuk menolak pertemuan-pertemuan berkaitan dengan pengantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengatakan Wahyu mengaku tak bisa menolak ajak pertemuan itu karena faktor pertemanan.
"Majelis sempat menanyakan mengapa kemudian berusaha untuk mencegah pertemuan-pertemuan di luar kantor. Beliau jelaskan di posisi sulit karena alasan pertemanan. Tentu kita akan nilai dalam prespektif kode etik," kata Plt Ketua DKPP Muhammad di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Namun, DKPP menilai pertemuan-pertemuan yang dimaksud Wahyu termasuk dari dugaan pelanggaran kode etik. Menurut Muhammad, pertemuan-pertemuan di luar tugas berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut versi teradu (Wahyu Setiawan) yang kita ikuti bersama, tapi semata-mata sulit menghindari pertemuan-pertemuan itu. Sehingga kemudian majelis mendalami dan sekali lagi menanyakan kenapa anda tidak berusaha menolak pertemuan-pertemuan yang bisa membuat konflik kepentingan itu. Itu yang menjadi paling banyak yang didalami terkait sebenarnya kode etik. Setiap penyelenggara Pemilu itu harus mampu menjaga potensi konflik kepentingan," ucapnya.
Dalam sidang kode etik, Wahyu menceritakan soal proses awal saat PDIP mengajukan nama Harun Masiku sebagai PAW dari Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Dalam prosesnya, KPU menolak nama Harun lantaran ada nama Riezky Aprilia yang mendapatkan suara terbanyak di bawah Nazaruddin.
Wahyu mengaku memang sudah berkomitmen dengan KPK untuk tidak terlalu terbuka dalam sidang ini. Sebab, apa yang disampaikannya bisa berpengaruh pada proses hukum.
"Saya juga sudah berkomitmen jadi KPK memilah-milah tidak semua saya sampaikan di sini. Jadi mohon maaf tidak bermaksud tidak terbuka tetapi jelas terkait dengan dugaan ketidakprofesionalan tentu saya menyerahkan kepada majelis hakim," kata Wahyu.
Wahyu kemudian menceritakan soal PDI Perjuangan mengirim utusan untuk menyampaikan surat ke KPU. Wahyu mengaku dalam posisi sulit karena utusan PDIP tersebut merupakan kenalan baiknya.
"Memang saya dalam berkomunikasi terkadang menjadi salah tafsir. Sebagai contoh, pada saat Ibu Tio utusan PDI Perjuangan yang memberi informasi kepada saya bahwa PDI Perjuangan akan bersurat kepada KPU, saya menjawab 'siap mainkan'. Maksud saya surat yang dikirim ke KPU kemudian ditindaklanjuti. Pada waktu itu saya tidak ada di kantor saya menghubungi staf saya. Saya mengabari ada surat dari PDIP tolong diterima setelah diterima apakah surat ini diteruskan kepada pimpinan ya karena itu surat resmi jadi sampai peristiwa itu saya hanya terima di WA, tetapi secara fisik saya tidak pernah memegang sekali lagi," sambung Wahyu.
"Sekali lagi saya bertanggung jawab dengan pernyataan saya, baik kepada media massa, kepada masyarakat, maupun kepada penyelenggara pemilu itu yang terjadi sebenarnya. Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang ada Mbak Tio, Mas Saeful, Mas Doni. Itu kawan baik saya. Saya sudah menjelaskan dan saya tidak pernah aktif di organisasi itu," imbuhnya.
Sampai suatu ketika Wahyu diajak 'Ibu Tio' bertemu di ruangan Komisioner KPU lainnya, Hasyim Asy'ari. Pandangan Wahyu dan Hasyim serupa bahwa urusan PAW ini adalah keputusan kelembagaan yaitu KPU.
"Di situ pandangan Mas Hasyim sama dengan saya karena itu pandangan KPU, bahwa silakan PAW tapi sesuai prosedur, Maka itulah yang mulia," kata Wahyu.
"Kenapa saya sampaikan ini masalah pribadi saya karena dalam proses pengambilan keputusan kelembagaan lembaga itu tidak bisa. Insyaallah saya jadi anggota KPU saya paham aturan yang harus dijalankan tapi memang dalam berkomunikasi mungkin karena saya anggap Ibu Tio itu senior saya yang sangat saya hormati. Jadi saya bilang sulit situasinya" imbuhnya.
Tio yang dimaksud Wahyu diduga adalah Agustiani Tio Fridelina yang oleh KPK disebut sebagai mantan anggota Badan Pengawas Pemilu yang berperan menjadi orang kepercayaan Wahyu. Sedangkan nama Saeful hanya disebut sebagai swasta oleh KPK.
Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Selain itu, ada Harun Masiku sebagai tersangka meski keberadaannya belum diketahui.
Kode Komisioner KPU Wahyu Setiawan ke PDIP 'Siap Mainkan"
[Gambas:Video 20detik]
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini