"Menyatakan penetapan tersangka atas diri para pemohon yang dilakukan oleh termohon (KPK) adalah tidak sah," ujar Maqdir Ismail sebagai kuasa hukum dari Nurhadi saat membacakan permohonan praperadilannya itu dalam persidangan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).
Pemohon praperadilan itu rupanya bukan hanya Nurhadi. Tercatat ada 2 nama lain yaitu Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto. Dalam kasus yang menjerat Nurhadi, keduanya juga berstatus sebagai tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam praperadilan itu Rezky disebut sebagai Pemohon I, Nurhadi Pemohon II, dan Hiendra Pemohon III. Maqdir menyebut transaksi yang terjadi antara Nurhadi dengan Hiendra semata-mata hubungan bisnis, bukan suap atau gratifikasi.
"Bahwa pembayaran sejumlah uang sebesar Rp 32.985.995.000 yang oleh termohon dikonstruksikan seolah-olah sebagai bentuk suap dan atau gratifikasi dari Pemohon III kepada Pemohon II melalui Pemohon I. Padahal faktanya uang itu telah dikembalikan oleh Pemohon I kepada Pemohon III dalam bentuk bidang-bidang tanah perkebunan kelapa sawit sebagaimana dituangkan Akta Nomor 79 tanggal 22 Maret 2019 tentang Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham yang dibuat di hadapan notaris," kata Maqdir.
Untuk perkara pokoknya Nurhadi diduga KPK menerima total Rp 46 miliar dengan rincian Rp 33.100.000.000 dari Hiendra melalui Rezky dan Rp 12,9 miliar sebagai gratifikasi. Untuk gratifikasi, KPK belum membeberkan secara detail kecuali keterkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. (zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini