Pembunuhan Indira Gandhi berlatar belakang balas dendam. Pada 1 Juni 1984, Indira menyetujui pengiriman militer untuk mengepung Golden Temple di Amritsar, negara bagian Punjab. Kuil itu merupakan tempat ibadah kaum Sikh yang paling disucikan.
Persetujuan pengepungan itu berdasarkan laporan intelijen yang menyebut peningkatan aktivitas gerakan Khalistan. Tiga pimpinan gerakan itu, Balbier Singh Sandhu, Sabheg Singh, dan Amrik Singh, melakukan enam kali perjalanan ke Pakistan selama 1981-1983.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), biro intelijen Soviet, juga memasok informasi kepada badan intelijen luar negeri India Research and Analysis Wing (R&AW) bahwa CIA dan Inter Service Intelligence (ISI) Pakistan bekerja sama dalam merencanakan operasi di Punjab dengan nama Gibraltar.
R&AW dalam penyelidikannya juga memberi informasi bahwa Pakistan menempatkan 1.000 prajurit terlatih dari Special Service Group ke Punjab, India. "... untuk membantu rahib Bhindranwale dalam pertarungannya melawan pemerintah India," tulis Hein Kiessling dalam buku Faith, Unity, Discipline: The Inter Service Intelligence (ISI) of Pakistan yang diterbitkan Oxford University.
Rahib Jarnail Singh Bhindranwale merupakan pimpinan agama komunitas Sikh sekaligus pemimpin kelompok militan yang ingin mendirikan sebuah negara Sikh lepas dari India. Bhindranwale menjadikan kuil suci itu sebagai markas kegiatannya.
Berhari-hari pengepungan berlangsung, negosiasi menemui jalan buntu. Operasi 'Blue Star' pun dijalankan. Kontak senjata mulai meletus pada 5 Juni. Kaum militan ini tidak begitu saja menyerah. Perlawanan berlangsung sampai 8 Juni.
Setelah Golden Temple dikuasai, militer India melakukan operasi pembersihan di seluruh Punjab, yang disebut Operasi Woodrose. Total jumlah korban tewas sebanyak 700 tentara serta 5.000 pemberontak Sikh dan warga sipil dalam dua operasi militer itu.
Dua operasi militer yang disetujui Indira Gandhi itu menimbulkan kemarahan kaum keturunan Sikh. Termasuk Satwant Singh dan Kehar Singh. Satwant bukan orang jauh Indira. Dia adalah pengawal pribadi anak perdana menteri pertama India, Jawaharlal Nehru.
Satwant bersama kawannya, Beant Singh, yang juga pengawal Indira, merancang sebuah pembunuhan. Pada 31 Oktober 1984 pagi, saat itu Indira sedang bersiap untuk sebuah wawancara untuk sebuah film dokumenter. Tanpa curiga sedikit pun, Indira melintas berjalan kaki di pintu gerbang kediamannya.
Satwant dan Beant yang berjaga di gerbang menembaknya dengan pistol dan senapan mesin. Sebanyak 33 peluru bersarang di tubuh Perdana Menteri India ketiga itu. Beant tewas dibunuh pengawal Indira yang lain.
Sedangkan Kehar ditahan setelah polisi menginterogasi Satwant, yang dibiarkan hidup. Keduanya akhirnya dijatuhi hukuman gantung. Pembunuhan atas Indira meletupkan balas dendam yang lain. Kekerasan anti-Sikh berlangsung di India. Menurut The Telegraph, yang terburuk terjadi di Delhi, yakni 3.000 orang Sikh tewas.
Halaman 2 dari 3