Berdasarkan situs pn-baturaja.go.id yang dilihat detikcom, Senin (6/1/2020) Johan mendaftarkan Praperadilan 19 Desember 2019. Adapun termohon adalah Kapolda Sumatera Selatan.
Praperadilan yang diajukan Johan Anuar terdaftar nomor 2/Pid.Pra/2019/PN BTA. Sang Wabup mengajukkan sah tidaknya penetapan tersangka dirinya pada kasus dugaan mark-up tanah kuburan dan telah dijadwalkan sidang perdana hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun petitum permohonan yaitu Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55, 56 KUHPidana dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
"Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/270-A/X/2017/Dit. Reskrimsus tanggal 05 Oktober 2017 (Laporan Polisi LP/270-A) sebagaimana tertuang dalam Surat Ketetapan Nomor: SK/23/XII/2019/Kor/Ditreskrimsus tanggal 10 Desember 2019 (Surat Penetapan Tersangka) yang diterbitkan oleh Termohon, adalah Tidak Sah dan Tidak Berdasarkan Hukum," demikian dilansir dari situs PN Baturaja.
Tonton juga Eks Anggota DPR I Nyoman Dhamantra Didakwa Terima Suap Rp 3,5 M :
Diketahui, Johan ditetapkan tersangka pada oleh Ditreskrimsus terkait kasus dugaan mark-up tanah kuburan di TPU Baturaja 2012 lalu. Johan pada saat itu sebagai Ketua DPRD OKU.
Dalam penetapan tersangka pertama di tahun 2018 lalu Johan pun mengajukan Praperadilan. Dia dinyatakan menang di kasus tersebut sementara empat orang lainnya terbukti dan telah divonis.
Adapun tersangka yang divonis saat itu adalah Hardiman sebagai yang memiliki tanah, Najamudin mantan Kepala Dinas Sosial OKU, mantan Sekda, Ukirtom dan Asisten I Setda OKU, Ahmad Junaidi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini