2. Pengadilan Arbitrase Laut China Selatan 2016
Pengadilan Arbitrase Internasional (PCA) tentang Laut China Selatan tahun 2016 digelar di The Hague, Belanda. Pengadilan itu digelar oleh Pengadilan Arbitrase Permanen, didirikan pada 1899 untuk memfasilitasi arbitrase dan bentuk pemecahan masalah sengketa lainnya.
Putusan Pengadilan Arbitrase Internasional tentang Laut China Selatan tahun 2016 itu adalah tentang sengketa China vs Filipina. Dilansir CNN, putusan diketuk di The Hague pada 12 Juli 2016, berdasarkan UNCLOS 1982.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Filipina tidak terima teritorialnya diklaim China, sedangkan China sendiri merasa berhak karena punya dasar kesejarahan (historis) bahwa Laut China Selatan adalah miliknya. China berpegang pada 9 Garis Putus-putus yang dibuat sejak 1947.
Isi putusannya yakni China tidak punya dasar yang sah untuk mengklaim hak historis atas sebagian besar Laut China Selatan. Presiden China Xi Jinping menolak putusan PCA terkait kawasan lautan perdagangan strategis itu.
Dilansir The New York Times, pengadilan internasional itu juga menyatakan China telah melanggar hukum internasional lewat 'melakukan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki' terhadap lingkungan laut, juga mengancam kapal-kapal Filipina, dan mengintervensi pencarian ikan dan eksplorasi minyak yang dilakukan Filipina.
Putusan pengadilan arbitrase internasional tersebut dapat dibaca selengkapnya di tautan ini.
Putusan itu menjadi dasar rujukan Indonesia untuk mempertahankan Laut Natuna. Berdasar putusan itu, Indonesia menyatakan 9 Garis Putus-putus milik China tidak sah. Menurut Indonesia, PCA sebagai penyelenggara peradilan itu punya legitimasi hukum.
"Hasil peradilan tersebut absah, rujukannya juga hukum internasional yakni UNCLOS Tahun 1982," kata Plt Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, kepada wartawan, Jumat (3/1/2020).
Lain Indonesia, lain China. Negeri Tirai Bambu tak mengakui legitimasi peradilan yang diselenggarakan PCA. "Pihak China secara tegas menentang negara manapun, organisasi, atau individu yang menggunakan arbitrasi tidak sah untuk merugikan kepentingan China," kata Juru Bicara Menteri Luar Negeri Republik Rakyat China, Geng Shuang, dalam keterangan pers reguler, 2 Januari 2020.
![]() |
(dnu/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini