"Patut untuk disyukuri karena pertumbuhan ekonomi nasional 2019 masih bisa diupayakan bertahan di kisaran 5%. Gambaran tentang indikator pertumbuhan ekonomi ini seharusnya menjadi faktor pembangkit optimisme masyarakat," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (29/12/2019).
Utamanya, lanjutnya, karena level pertumbuhan itu bisa dicapai ketika perekonomian global masih dirundung masalah ketidakpastian. Terjaganya kinerja perekonomian nasional yang positif itu tentunya berkat pengelolaan yang berlandaskan penuh kehati-hatian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan ada potensi terjadinya eskalasi ketidakpastian oleh faktor AS. Pertama, kisruh mengenai keberlanjutan proses pemakzulan Presiden Donald Trump. Kedua, faktor pemilihan Presiden AS pada November 2020. Dunia pada umumnya, dan sektor bisnis pada khususnya, akan menunggu sosok presiden terpilih negeri Paman Sam itu," jelasnya.
Karena faktor-faktor ketidakpastian global itu, menjadi sangat layak untuk merekomendasikan kepada pemerintah agar tetap bermain aman sepanjang 2020, yakni kebijakan pengelolaan perekonomian yang realistis dan penuh kehati-hatian.
"Bukankah dengan semangat pengelolaan yang berhati-hati sepanjang 2019 Indonesia masih mampu mencatat pertumbuhan 5,02%," ujarnya.
Realistis dalam arti tetap berpijak pada sumber kekuatan pertumbuhan. Sumber kekuatan pertumbuhan ekonomi 2019 adalah konsumsi domestik yang sumbangannya mencapai 56,28%, sementara kontribusi investasi bagi pertumbuhan 32,32%.
Maka, imbuhnya, untuk menjaga kekuatan konsumsi domestik, pemerintah hendaknya menghindari dulu penerapan kebijakan-kebijakan baru yang berpotensi memperlemah daya beli masyarakat.
"Rencana kebijakan menaikkan iuran BPJS misalnya, kalau masih bisa ditunda, tak ada salahnya jika diterapkan di kemudian hari. Kebijakan lain yang berpotensi menaikkan harga barang dan jasa pun hendaknya dipertimbangkan dengan matang dan jangan dipaksakan," tandasnya. (ega/ega)