Kritik awalnya datang dari pegiat antikorupsi dari Universitas Andalas Feri Amsari. Dia menilai jika Firli masih menjadi polisi aktif, otomatis dirinya adalah bawahan Kapolri.
"Jika Pak Firli tetap menjadi polisi aktif maka berdasarkan UU kepolisian dia memiliki atasan yang bernama Kapolri. Menurut UU itu bada kewajiban menaati perintah atasan dan melaporkan seluruh tindakan kepada atasannya. Itu sebabnya bertahan sebagai polisi aktif hanya akan membuat Pak Firli menjadi bawahan Kapolri," kata Feri Amsari, Kamis (21/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Feri menilai Firli melanggar kodrat KPK. Dia menyebut KPK sebagai lembaga independen tak mungkin dipimpin oleh orang yang menjadi bawahan dari pimpinan lembaga lain.
"Tidak mungkin pimpinan lembaga independen seperti KPK menjadi bawahan kepolisian. Bahasa sederhananya, status polisi Pak Firli melanggar kodrat kelembagaan KPK," ucapnya.
"Aturan ini yang harus ditegakkan. Terutama jika melihat UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN," imbuh dia.
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik Firli yang tidak mau mundur dari Polri saat menjabat Ketua KPK. Jika Firli tidak mundur dari jabatannya, ICW menilai ada potensi loyalitas ganda.
"Jadi, sangat disayangkan jika pak Firli enggan untuk mengundurkan diri hanya karena dalih peraturan perundang-undangan. Sebab, secara etik, akan lebih baik jika lima komisioner KPK terpilih tidak ada afiliasi dengan institusi tertentu," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (26/11).
"Hal itu penting, untuk mencegah adanya potensi loyalitas ganda ketika yang bersangkutan memimpin KPK," imbuh dia.
KPK, menurut Kurnia, adalah lembaga negara independen. Firli disebutnya harus mundur dari jabatannya agar bisa menjaga independensi KPK.
"Secara teori KPK merupakan lembaga negara independen. Mestinya ini dipahami bahwa nilai independensi KPK tidak terbatas pada sektor kelembagaannya saja, namun mesti dilekatkan pada setiap insan pegawai lembaga anti korupsi itu, bahkan tak terkecuali lima komisioner KPK," jelas dia.
Firli, yang berpangkat Komjen, angkat bicara soal kritik tersebut. Dia menegaskan dirinya sudah tak punya jabatan lagi di Polri.
"Saya sejak tanggal 19 Desember sudah tidak memiliki jabatan (di Polri), jelas ya," kata Firli di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/12/2019).
Firli sebelumnya mendapat posisi baru di Polri, yakni Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri. Jenderal bintang tiga ini sebelumnya menjabat Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri.
Mutasi jabatan Firli itu diketahui dari Surat Telegram Kapolri Nomor ST/3229/XII/KEP./2019 tertanggal Jumat (6/12). Posisi baru di Polri ini diraih Firli setelah dirinya dilantik sebagai Kabaharkam pada 19 November 2019 lewat upacara serah-terima yang dipimpin Kapolri Jenderal Idham Azis. Artinya, Firli baru menjabat selama 18 hari sebagai Kabaharkam.
Firli pun menilai posisi Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri bukan jabatan. Dia tak banyak bicara terkait desakan agar melepas status polisinya.
"Itu bukan jabatan," jelas Firli.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini