Mgr Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo bicara blak-blakan soal terpilihnya ia sebagai kardinal. Uskup Agung Jakarta ini mengaku sama sekali tidak memimpikan akan ditunjuk Paus Fransiskus menjadi seorang kardinal yang secara hierarki berada langsung di bawah Sri Paus.
"Saya tidak pernah membayangkan menjadi kardinal, waktu saya masih anak-anak cita-cita saya ingin jadi polisi. Pengen jadi pelindung masyarakat. Bahkan saya selalu mengatakan saya tidak ingin jadi pastor," kata Ignatius Suharyo dalam program Blak-blakan di detikcom, Rabu (25/12).
Suharyo mengaku perubahan itu ia terima usai melayani altar sebagai pembantu pelayan pastor. Saat itu, ia ditanya apakah mau masuk seminari (pendidikan calon pastor) atau tidak. Entah kenapa secara spontan lelaki kelahiran Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 9 Juli 1950 itu mengangguk tanda setuju. Padahal ia ingat betul dirinya tidak pernah ingin jadi pastor, dan pernah bercita-cita menjadi polisi.
"Di dalam kerangka iman itulah yang namanya panggilan. Jadi Tuhan membelokkan jalan hidup saya," ucap Sarjana Filsafat dari IKIP Sanata Dharma Yogyakarta itu.
Perubahan jalan hidup Suharyo tidak sampai di situ. Cita-cita baru Suharyo menjadi pastor karena ingin melayani umat dan ditempatkan di paroki juga tidak tercapai sepenuhnya. Sebab putra pasangan Florentinus Amir Hardjodisastra dan Theodora Murni Hardjodisastra itu cuma sembilan bulan di paroki. Oleh Uskup Agung Semarang ia ditugaskan untuk kuliah lagi.
"Saya berangkat dengan sedikit kecewa. Tapi itulah, orang seperti saya ketika memutuskan untuk menjadi pastor, hidupnya ditentukan pimpinan," ujarnya.
Setelah itu, Suharyo mengajar di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma selama 16 tahun. Pada 1997, ia ditunjuk menjadi Uskup Semarang. Beberapa tahun kemudian kejutan kembali terjadi ketika dirinya dipindah menjadi Uskup di Jakarta. "Jadi saya ini boleh dikatakan pinjaman. Setelah pensiun saya akan kembali ke Semarang," ujarnya.
Suharyo kemudian menceritakan bagaimana ia menerima surat pribadi dari Paus soal pengangkatannya menjadi Kardinal. Surat itu mengingatkan bahwa posisi Kardinal bukan jabatan duniawi, karir, dan bukan pula ujung dari suatu karir. Menjadi kardinal adalah martabat yang menuntut komitmen total. Di dalam surat berbahasa Paus juga menuntut komitmen total seorang kardinal seperti Suharyo sampai berani menumpahkan darah. "Itulah sebabnya sabuknya merah," tutur Suharyo.
Suharyo sendiri merupakan kardinal ketiga yang berasal dari Indonesia. Kardinal pertama adalah Mgr Justinus Darmojuwono yang dilantik pada 1967, dan Kardinal Kedua adalah Mgr Julius Darmaatmadja yang ditunjuk pada 1994.
Simak Video "Kardinal Suharyo Ajak Jemaat Hidup Sebagai Sahabat Semua Orang"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT