Laporan CIA untuk Alton G Keel, Penasihat Presiden AS untuk Keamanan Nasional, yang dibuka untuk publik pada Juni 1999 menyebut pembebasan itu hasil dari kerja keras pemerintahan Presiden Jacques Chirac.
CIA juga menyatakan ada kesepakatan antara Prancis dan kelompok penyandera yang pro-Iran tersebut agar Prancis menyetop bantuan dan penjualan senjata untuk Irak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gordji tinggal di Prancis sejak pertengahan 1970-an. Ayahnya, seorang dokter yang bekerja untuk Ayatollah Khomeini, diasingkan di Prancis pada akhir 1970-an. Pengetahuan tentang Prancis dan Iran yang sangat baik membuat pemerintah Iran merekrutnya sebagai penerjemah di kedutaan pada 1984.
Meski secara resmi statusnya adalah penerjemah, Gordji disebut punya kuasa besar di Kedutaan Iran. United Press International (UPI), yang mengutip mantan Presiden Iran Abolhassan Bani Sadr, menyebut Gordji merupakan makelar saat Iran membeli suku cadang di Prancis untuk rudal antikapal perang.
"Gordji dipekerjakan untuk pekerjaan kotor, penjualan senjata, negosiasi sandera," ujar Sadr. UPI memberitakan Gordji punya kontak khusus dengan pejabat-pejabat di pemerintahan dan sejumlah pengusaha di Prancis.
Hubungan khusus ini kemudian jadi dilema ketika pada September 1986 sebuah bom meledak di Paris yang menewaskan 11 orang dan melukai 150 orang. Setelah melalui penyelidikan, pihak kepolisian Prancis punya rekaman bahwa para pelaku pengeboman itu berhubungan erat dengan Gordji.
Pada Maret 1987, polisi menangkap enam warga Tunisia dan dua orang Prancis keturunan Lebanon dengan tuduhan meletakkan bom itu. Salah seorang terdakwa, Muhammad Mudjaher, berteman baik dengan Gordji.
Sebelum penangkapan, polisi juga menyadap telepon para tersangka itu dan menemukan ada panggilan yang memberatkan Gordji. Gordji akhirnya dipanggil untuk dimintai keterangan tapi tak pernah hadir.
Polisi Prancis juga menyerbu apartemen, tapi Gordji tak ditemukan. Akhirnya polisi mengepung Kedutaan Iran. Aksi itu dibalas Iran di Teheran dengan mengurung diplomat Prancis di kedutaan selama lima hari.
Kisruh diplomatik ini berakhir pada 29 November 1987 saat Prancis mengizinkan Gordji meninggalkan Paris. Sebagai imbalannya, Revolutionary Justice Organization di Lebanon kembali membebaskan dua rekan Aurel Cornea yang masih disandera.
Halaman 2 dari 3