Mitos itu adalah 'balung buto' alias 'tulang raksasa'. Cerita tentang balung buto hidup di masyarakat Sangiran yang terkenal di dunia karena menjadi situs arkeologi tentang manusia purba. Lokasinya di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah.
Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (23/12/2019), masyarakat sekitar situs purba dahulu menyebut fosil sebagai balung buto. Mereka percaya bahwa balung buto dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti demam, sakit perut, encok, bisul, disentri, pusing, sakit gigi, gatal-gatal, keseleo/retak tulang, penyakit karena gigitan hewan berbisa serta membantu ibu-ibu yang susah melahirkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raden Bandung datang melobi para raksasa, tapi upaya komunikasi gagal. Para raksasa malah meminta anak manusia untuk dimangsa. Maka Raden Bandung dan pasukannya berperang melawan para raksasa. Pada pertempuran pertama, Raden Bandung dan pasukannya kalah dan harus mengungsi. Raden Bandung kemudian bertapa sewindu dan mendapat wahyu agar mengasah kukunya. Sangir dalam hal ini dimaknai sebagai mengasah kuku Raden Bandung. Maka jadilah daerah ini disebut Sangiran.
Raden Bandung yang telah mendapat wahyu dewata dan mengasah tajam kukunya kemudian menyambangi pemimpin para raksasa, Raja Tegopati yang berkedudukan di Glagahombo. Raden Bandung berhasil membunuh para raksasa, Raja Tegopati mati terjengkang (njepapang), maka lokasi terjengkangnya kemudian disebut sebagai Dusun Bapang. Pasukan raksasa lain mati meninggalkan darah yang menggenang seperti saren (darah dalam bahasa Jawa), maka kemudian disebut sebagai Dusun Saren. Tulang belulang mereka disebut sebagai balung buto.
Ini adalah mitos, bukan sains. Mitos adalah produk kebudayaan yang menyimpan kearifan tertentu, yang kadang harus didapat dengan jalan tafsir memutar. Misalnya dalam konteks lain, mitos Nyi Roro Kidul pernah diteliti ilmuwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memuat kearifan tentang sejarah tsunami besar yang menerjang pantai selatan Jawa di masa lalu. Ada disiplin geomitologi yang menjadi metodenya.
Kembali ke mitos balung buto, Retno Handini pernah mengulas soal ini dalam Kalpataru, publikasi ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Arkeologi Nasional, Kemdikbud. Retno menerangkan, mitos merupakan media penyampaian pesan atau ungkapan simbolis dari konflik batin yang tidak mampu terpecahkan secara rasional oleh masyarakat Sangiran masa lalu. Konflik batin itu berawal dari tulang-tulang purba yang berserakan di tempat tinggal mereka.
Untuk komunitas ilmiah yang datang dari luar desa, pijakannya tentu bukan mitos. Sejak ditemukan oleh GHR von Koenigswald melalui temuan alat serpih tahun 1934, Sangiran telah menyajikan gambaran panjang evolusi manusia
selama lebih dari satu juta tahun. Sangiran berkembang menjadi situs purbakala paling lengkap di Indonesia, bahkan diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia sejak 1996.
Dari Sangiran, fosil Homo erectus ditemukan. Usianya 1,51 juta hingga 0,93 juta tahun lalu. Homo erectus dalam bentuk lebih muda ditemukan di Trini, usianya 530 ribu hingga 430 ribu tahun lalu. Homo erectus dalam bentuk paling mutakhir dan mendekati bentuk manusia modern ditemukan di Ngandong, usianya 117 ribu hingga 108 ribu tahun lalu.
![]() |
Laporan penelitian berjudul 'Penampakan Terakhir Homo erectus di Ngandong, Jawa, 117 ribu-108 Ribu Tahun Lalu' diterbitkan di jurnal Nature, 18 Desember 2019. Ilmuwan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Museum Geologi Bandung terlibat dalam penelitian lintas universitas-lintas negara ini. Penelitian dari Yan Rizal, Kira E Westaway, Yahdi Zaim, dan kawan-kawan ini telah menjadi pemberitaan banyak media massa seperti CNN, BBC, The Guardian, hingga Business Insider.
Homo erectus tidak pernah bertemu dengan manusia modern. Mereka berbeda masa hidup. Homo erectus terakhir hidup sekitar 108 ribu tahun lalu. Sedangkan kedatangan manusia modern di Jawa adalah 35 ribu tahun lalu.
![]() |
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini