AJI: Ada 53 Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis Sepanjang 2019

AJI: Ada 53 Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis Sepanjang 2019

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Senin, 23 Des 2019 17:52 WIB
Ketua Umum AJI, Abdul Manan (Wilda HN/detikcom)
Jakarta - Gelaran demonstrasi sepanjang 2019 menyisakan cerita kekerasan terhadap wartawan saat meliput. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sebanyak 53 kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi pada dua peristiwa besar sepanjang 2019.

"Penyumbang terbanyak adalah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi dalam dua peristiwa, yaitu demonstrasi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu 20-21 Mei 2019 dan demonstrasi mahasiswa 23-30 September 2019, yang jumlahnya tahun ini setidaknya ada 53 kasus," kata Ketua Umum AJI, Abdul Manan, kepada wartawan di kantor AJI, Jalan Sigura-gura, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2019).



Manan juga menuturkan, sepanjang 2019, kekerasan terhadap wartawan didominasi oleh kekerasan fisik. Akibatnya, banyak terjadi perusakan, bahkan ancaman, kepada wartawan yang menyebabkan terhentinya proses peliputan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasus kekerasan masih didominasi oleh kekerasan fisik sebanyak 20 kasus. Setelah itu diikuti oleh perusakan alat atau data hasil liputan (14 kasus), ancaman kekerasan atau teror (6 kasus), pemidanaan atau kriminalisasi (5 kasus), pelarangan liputan (4 kasus). Masih dominannya kasus dengan jenis kekerasan fisik ini sama dengan tahun sebelumnya," kata Manan.



Dari 53 kasus, AJI membeberkan sebagian besar pelaku kekerasan adalah pihak aparat kepolisian. Fakta ini, kata Manan, cukup membuat AJI risau.

"Bagi AJI, fakta yang lebih merisaukan pada tahun 2019 ini adalah saat melihat statistik pelaku kekerasan. Dari 53 kasus kekerasan ini, pelaku kekerasan terbanyak adalah polisi, dengan 30 kasus," kata Manan.



Tonton video Cerita Jurnalis Indonesia, Buta Ditembak Polisi Hong Kong:



Selain itu, AJI menyoroti pemblokiran yang dilakukan pemerintah terhadap peristiwa besar yang terjadi pada 2019. Dalam hal ini, AJI menyayangkan dalih penyebaran berita bohong yang diklaim oleh pemerintah jika pemblokiran internet ini tidak dilakukan.

"Pemblokiran ini berdampak pada kerja jurnalis dan juga menghambat hak masyarakat mendapatkan informasi. Atas tindakan pemblokiran internet di Papua pada bulan Agustus tersebut, AJI memutuskan menggugat pemerintah ke PTUN Jakarta dengan harapan tindakan tersebut tidak diulangi lagi di kemudian hari," kata Manan.



AJI juga menemukan kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan, yaitu Anggi Widya Permani, jurnalis Suara Surabaya, saat meliput pertandingan sepakbola di Surabaya pada 9 April 2019 dan terhadap Fitri Rachmawati saat meliput kasus korupsi di Mataram pada 9 Juli 2019.

Kemudian AJI juga mencatat, pada 2019, masalah yang dihadapi adalah terjadinya disrupsi digital. Langkah efisiensi, kata Manan, harus segera dilakukan oleh sejumlah perusahaan.



"Dampak nyata dari situasi ini (disrupsi digital) adalah makin sulitnya ekonomi media dan ini yang menjadi pendorong utama sejumlah langkah efisiensi dan juga pemutusan hubungan kerja di sejumlah perusahaan media. Selain itu, migrasi secara penuh ke digital juga terus terjadi karena menyusutnya pembaca dan berkurangnya iklan media cetak," ujar Manan.

Selain itu, AJI menyinggung soal tertundanya revisi UU Penyiaran yang akan digagas oleh DPR periode 2009-2014. Kemudian AJI juga menyinggung gaji pekerja media yang ditunda dan dicicil.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads