Sosok Syamsuddin Haris, Peneliti LIPI yang Ditunjuk Jokowi Jadi Dewas KPK

Sosok Syamsuddin Haris, Peneliti LIPI yang Ditunjuk Jokowi Jadi Dewas KPK

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Jumat, 20 Des 2019 13:37 WIB
Dewan Pengawas KPK (Kanavino/detikcom)
Jakarta - Prof Dr Syamsuddin Haris, M.Si, menjadi salah satu Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diangkat Presiden Joko Widodo. Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini pernah meminta Presiden Jokowi menolak revisi UU KPK dan mendukung diterbitkan Perppu KPK.

Syamsuddin tercatat lahir di Bima (NTB) pada 9 Oktober 1957. Syamsuddin menjabat sebagai Kepala P2P LIPI.

Lulusan FISP UI ini aktif mengajar pada Program Pascasarjana Ilmu Politik pada FISIP Universitas Nasional (UI) dan Program Pascasarjana Komunikasi pada FISIP UI serta aktif dalam organisasi profesi kalangan sarjana/ahli politik. Syamsuddin juga dianugerahi penghargaan Satyalencana Pembangunan oleh pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sebagai peneliti LIPI, Syamsuddin memfokuskan perhatian, minat, dan kajian dalam masalah pemilu, partai politik, parlemen, otonomi daerah, dan demokratisasi di Indonesia. Dia juga menulis buku.

Kini Syamsuddin ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Jumat (20/12/2019). Syamsuddin tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pukul 12.55 WIB. Dia menegaskan ingin memperkuat KPK.

"Kita kan ingin menegakkan pemerintahan yang bersih dengan memperkuat KPK sebagaimana pun tanpa pemerintahan bersih kita tidak bisa meningkatkan daya saing. Kita tidak bisa mengundang investor, kita tidak bisa melanjutkan pembangunan untuk Indonesia lebih baik," ujar Haris.


Sebelumnya, Syamsuddin juga menyoroti tajam revisi UU KPK. Syamsudin menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. LIPI menilai revisi UU KPK itu bertujuan melumpuhkan tugas KPK. LIPI menilai revisi UU KPK berpotensi mengancam independensi KPK.

Tidak hanya itu, Syamsuddin menyarankan agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK itu setelah pelantikan presiden terpilih dan sebelum menetapkan kabinet. Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih akan dilakukan pada 20 Oktober 2019.

Menurutnya, bila penerbitan perppu dilakukan Jokowi setelah pelantikan presiden dan sebelum penetapan kabinet, akan ada sejumlah keuntungan. Keuntungan tersebut dari legitimasi yang lebih kuat hingga tawar-menawar untuk parpol dalam penyusunan kabinet.


Simak Video Din Syamsuddin: Siapa pun Dewas KPK, Jangan Digugat!

[Gambas:Video 20detik]

(aan/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads