"Penyidik mengembangkan dari fakta-fakta yang ditemui pada pemeriksaan pemberi suap. Selain memberi kepada anggota DPR, ada dugaan diberikan pemberian kepada beberapa penyelenggara negara, termasuk penyelenggara negara di Maluku," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019).
Barnabas diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Bupati Maluku Barat Daya. Setelah diperiksa, Barnabas membantah menerima aliran duit dari Hong Arta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan penyidik juga menanyakan soal hubungannya dengan Hong Arta. Barnabas menyebut proyek Kementerian PUPR yang menjerat Hong Arta itu tidak dikerjakan di Maluku Barat Daya.
"Jadi pekerjaan itu di balai itu tidak di Maluku Barat Daya," sebutnya.
Kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2016. Saat itu, KPK menangkap Damayanti Wisnu Putranti, yang masih menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP.
Damayanti saat itu diduga menerima suap terkait pengerjaan proyek jalan yang ditangani Kementerian PUPR. Kasus ini terus dikembangkan KPK hingga kini total sudah ada 12 orang yang terlibat, termasuk yang teranyar Hong Arta.
Hong Arta merupakan Direktur dan Komisaris PT SR (PT Sharleen Raya JECO Group). Dia diduga memberi suap kepada eks Kepala Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional (BPJJN) Wilayah IX Amran Mustary dan Damayanti.
KPK menduga Hong Arta memberi suap Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar kepada Amran. Dia juga diduga memberi suap serta Rp 1 miliar kepada Damayanti. Suap kepada Amran dan Damayanti itu diduga diberikan secara bertahap pada 2015.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini