Kasus bermula pada 12 Desember 2015 sekitar pukul 19.50 WIB saat Yulianus berkicau di akun twitternya @ypaonganan. Yulianus memposting satu buah foto Jokowi berdampingan dengan Nikita dan menuliskan status:
Waduh... #PapaMintaPaha#PapaMintaPaha#PapaMintaPaha
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Status ini telah dibaca/retweets oleh 28 followers. Tidak berapa lama, ia kembali berkicau:
Selain #PapaMintaPaha#PapaMintaPaha ternyata juga #PapaDoyanAmoy
Status ini telah dibaca/retweets oleh 29 followers. Keesokan harinya ia kembali berkicau:
Kita mainken #PapaDoyanLonte#PapaDoyanLonte#PapaDoyanLonte#PapaDoyanLonte#
Di dalamnya dicantumkan foto Jokowi berdampingan dengan Nikita. Dalam selang jam, Yulianus kembali berkicau:
walah#PapaDoyanLonte#PapaDoyanLonte# cc @PartaiSosmed
Atas kicauan itu, Yulianus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada 29 November 2018, jaksa menuntut Yulianus selama 2 tahun penjara karena dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan menyebarluaskan, menyiarkan, pornografi yang secara eksplisit memuat alat kelamin.
Gayung bersambut. Pada 10 Januari 2019, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan Yulianus terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum, menyebarluaskan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan menyebarluaskan pornografi yang secara eksplisit memuat alat kelamin.
PN Jaksel menjatuhkan pidana kepada Yulianus oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Vonis itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 24 April 2019. Atas hal itu, Yulianus tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Tolak," demikian bunyi amar kasasi yang dilansir website MA, Senin (16/12/2019).
Perkara Nomor 3265 K/PID.SUS/2019 itu diadili oleh ketua majelis Prof Dr Surya Jaya. Sedangkan anggota majelis yaitu Eddy Army dan Desnayeti.
Namun belakangan IPB membantah kabar bahwa Yulianus Paonganan adalah dosen di kampus tersebut. IPB menolak dikaitkan dengan Yulianus Paonganan. Penjelasan mengenai Yulianus Paonganan adalah 'dosen pascasarjana IPB Bogor' muncul dalam surat dakwaan yang diajukan jaksa di kasus ini. Dakwaan inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman untuk Yulianus.
"Dia bukan orang IPB, bukan urusan kami. Dia bukan orang IPB, tidak pernah jadi dosen IPB, dia hanya pernah kuliah di IPB," kata Kepala Biro Humas dan Komunikasi IPB Yatri Indah Kusumastuti saat dimintai konfirmasi, Senin (16/12/2019).
Menurut Yatri, Ongen--nama alias Yulianus--berstatus sebagai dosen di salah satu universitas di wilayah Indonesia timur dan tidak pernah menjadi pengajar di IPB. Ia sekali lagi menegaskan bahwa Ongen bukanlah dosen pascasarjana IPB.
"Bukan (dosen IPB), itu ngawur itu. Yang jelas dia bukan dosen IPB, hanya pernah kuliah S3 di IPB, di (jurusan) Ilmu Teknologi Kelautan kalau saya nggak salah. Tidak pernah (jadi dosen di IPB). Beliau statusnya adalah dosen di universitas yang lain," tegasnya.
Saat awal kasus ini mencuat pada 2015, Ongen sudah lulus dari IPB. Yatri menyatakan pihaknya juga tidak pernah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian mengenai kasus Ongen.
"Tidak, tidak pernah (dimintai keterangan pihak kepolisian). Posisinya waktu itu sudah lulus, kan dia sudah lulus, dia bukan dosen IPB, jadi ya nggak ada urusan dengan kami," ujarnya.
Yatri menegaskan IPB menolak dikaitkan dengan Ongen. Ia menyangkal Ongen adalah dosen di kampus tersebut.
"Ya saya cuma bisa bilang sebenarnya yang bersangkutan tidak ada kaitannya dengan IPB, sehingga kasus ini dikaitkan dengan IPB salah, salah besar. Betul, kami menyangkal, karena Pak Ongen jelas-jelas bukan dosen IPB dan dia terdaftar di dosen universitas yang lain, hanya pernah kuliah saja di IPB," ungkapnya.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini