Depok - Fahriansyah hampir tewas akibat dipatuk ular
kobra. Dia sempat dua kali dipatuk salah satu ular paling berbisa tersebut.
"Kalau dia kemarin telat mah nggak
ketolong. Untung dianya buru-buru (keluar). Dianya
udah pingsan,
udah muntah darah," ujar istri Fahriansyah, Cahyati, saat ditemui di rumah kontrakannya di daerah Sukatani, Tapos, Depok, Senin (16/12/2019).
Cahyati mengaku masih khawatir. Dia sampai takut berjalan ke toilet rumahnya. Sebab, induk
kobra yang mematuk suaminya belum ditemukan hingga hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sejak kejadian kemarin, saya mah nggak berani ke belakang. Di sini
aja (ruang depan). Karena kan ularnya belum ketemu. Jadi perasaan saya takut di situ," ujar Cahyani.
Damkar dan warga mencari induk ular yang mematuk Fahri namun tak ditemukan. (Faisal Javier/detikcom) |
Fahri dipatuk ular pada Minggu (15/12) sekitar pukul 12.30 WIB. Saat itu dia sedang membongkar bak mandi untuk diperlebar. Fahri sampai dipatuk kobra dua kali.
"Saya lagi
getokin kolom (kamar mandi). Nah itu saya
gemburin. Saya
gemburin itu nggak tahu ada ular di bawah kolom ini. Ya
udah, kaki saya
masukin kolom, mungkin kaki saya injak buntutnya dia. Langsung dia
matuk. Dua kali. Pertama sekali, terus kedua kalinya," kata Fahriansyah saat ditemui di lokasi yang sama.
Fahri beserta istri dan tiga anaknya baru tinggal seminggu di kontrakan tersebut. Dia mengaku pernah menemukan anak
kobra saat membersihkan rumahnya. Warga lainnya juga pernah menemukan dua ekor anak kobra.
Selain itu, dia mengaku sempat menemukan sisik ular yang ukurannya cukup besar. Sisik itu lalu dibakar.
"Ada bekasnya (ganti sisiknya, red)
gede. Itu mah
emang biangnya.
Udah diambil, kita bakar. (Ditemukan) di kolom (bak mandi) itu," tuturnya.
Fahri dua kali dipatuk kobra saat merenovasi WC rumah kontrakannya. (Faisal Javier/detikcom) |
Dia menduga kobra tersebut ada di rumah itu karena sudah sekitar tujuh bulan kosong. Akibat insiden ini, pawang ular dan petugas damkar membersihkan rumah tersebut dari kobra.
"
Nyebar banyak. Makanya kemarin di belakang rumah ini, ada pawang ular juga, pada datang sama pemadam, itu
dirapiin. Kan ada kebun tuh, nah itu
dibabat-babatin," ujarnya.
Fahri, yang tiap hari bekerja sebagai sopir angkot, terpaksa pulang dari rumah sakit (RS) lebih cepat karena tak sanggup membayar bila harus menjalani tiga hari opname. Dia mengutamakan membeli penawar racun untuk mencegah bahaya dampak bisa.
"Itu paling minimal 3 hari (opname). Karena kita nggak punya biaya. Kita
nebus obat
aja, buat minumnya, nggak
ketebus. Yang
ketebus cuma yang
dimasukin ke infus (penawar racun). Itu (penawar racun) kalau nggak
ketebus, efeknya bisa ke saraf otak, sayanya bisa lupa ingatan," tutur Fahri.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini