"Dalam penyidikan tersebut, KPK menetapkan USM (Undang Sumantri), Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).
Undang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK menduga Undang terlibat dalam 2 kasus, yaitu korupsi pengadaan peralatan laboratorium komputer untuk MTs serta pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Jenjang MTs dan MA pada Ditjen Pendis Kemenag pada 2011.
Pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer MTs
Bermula dari Agustus 2011 saat Kemenag mendapatkan alokasi anggaran Rp 114 miliar yang terdiri dari:
- Peralatan Laboratorium Komputer MTs sebesar Rp 40 miliar;
- Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi pada Jenjang MTs sebesar Rp 23,25 miliar; dan
- Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi pada Jenjang MA sebesar Rp 50,75 miliar.
"Tersangka USM selaku Pejabat Pembuat Komitmen di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag mendapat arahan agar untuk menentukan pemenang paket paket pengadaan pada Dirjen Pendis tersebut, sekaligus diberikan 'daftar pemilik pekerjaan'," ujar Syarif.
Singkatnya pembayaran untuk proyek itu sebesar Rp 27,9 miliar. KPK menduga atas proyek itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 12 miliar.
Pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi MTs dan MA
Awalnya pada Agustus 2011, Kemenag menyetujui konsep Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Madrasah yang dipresentasikan oleh PT Telkom. Lalu PT Telkom diminta menyusun spesifikasi teknis dan harga perkiraan sesuai dengan konsep yang telah dibahas tersebut untuk persiapan lelang.
"Pada November 2011, tersangka USM selaku PPK menetapkan dan menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk kedua proyek tersebut. Nilai HPS diduga disesuaikan dengan nilai penawaran yang sudah dapat memfasilitasi jatah untuk pihak 'Senayan' dan pihak Kemenag saat itu," kata Syarif.
"Pada Desember 2011 dilakukan pembayaran total Rp 56,6 miliar untuk kedua proyek tersebut. Dugaan kerugian keuangan negara setidaknya adalah Rp 4 miliar," imbuhnya.
Kasus ini berkaitan dengan perkara lama yang pernah diusut KPK. Saat itu Kemenag mempunyai dana Rp 22,855 miliar untuk pengadaan penggandaan kitab suci Al-Qur'an tahun 2011 di Ditjen Bimas Islam. Ada anggota Banggar DPR kala itu, Zulkarnaen Djabar, yang bermain dalam proyek pengadaan Al-Qur'an. Ada pula nama Fahd A Rafiq dan Dendy Prasetya yang menjadi perantara proyek ini.
Dilanjut ke penggandaan Al-Qur'an tahap kedua, yakni melalui APBN 2012 senilai Rp 59,375 miliar. Zulkarnaen Djabar, Fahd A Rafiq, dan Dendy Prasetya beraksi lagi. Mencengangkan juga, Zulkarnaen dan Dendy adalah bapak dan anak. Pada September 2012, kerugian keuangan negara akibat korupsi pengadaan Al-Qur'an ini sebesar Rp 27,056 miliar.
Sedangkan berkaitan dengan proyek pengadaan laboratorium komputer MTs yang anggarannya ada di anggaran Kemenag tahun 2011, secara keseluruhan, Zulkarnaen bersama Fahd dan Dendy menerima fee Rp 14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus. Perincian fee yang diberikan untuk masing-masing proyek yakni Rp 4,74 miliar untuk proyek laboratorium komputer MTs, Rp 9,25 miliar untuk pengadaan Al-Qur'an tahun 2011, dan Rp 400 juta untuk pengadaan Al-Qur'an tahun 2012.
Pada 28 September 2017, Fahd divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Fahd terbukti menerima suap Rp 3,411 miliar.
Adapun pasangan bapak-anak Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia, meski sempat banding atas vonis hakim, namun toh akhirnya banding mereka ditolak. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada 30 Mei 2013 menghukum Zulkarnaen Djabar 15 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 5,745 miliar. Sedangkan Dendy Prasetia dihukum 8 tahun penjara denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 5,745 miliar. Mereka terbukti menggunakan jabatannya sebagai anggota DPR untuk mengintervensi pejabat Kemenag guna memenangkan perusahaan tertentu sebagai pelaksana proyek Al-Qur'an dan laboratorium.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini