Komnas HAM Respons Mahfud soal 22 Mei: Polisi Lakukan Kekerasan Berlebihan

Komnas HAM Respons Mahfud soal 22 Mei: Polisi Lakukan Kekerasan Berlebihan

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Jumat, 13 Des 2019 06:27 WIB
Foto: Beka Ulung Hapsara (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Komnas HAM mengatakan polisi melakukan pelanggaran HAM pada saat mengamankan demonstrasi pada tanggal 21-23 Mei 2019. Komnas HAM menyebut pelanggaran itu dilakukan karena polisi melakukan kekerasan yang berlebihan.

"Temuan Komnas HAM dan itu sudah jadi kesimpulan kemudian polisi dalam menangani demonstrasi massa tanggal 21-23 menggunakan kekerasan yang berlebihan," ucap komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Kamis (12/12/2019) malam.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beka mengatakan polisi telah melakukan pelanggaran terhadap hak untuk mendapatkan perlakuan yang bermartabat dan manusiawi dari negara. Namun peristiwa itu hanya terjadi di beberapa titik aksi.

"Artinya di situ hak atas atau perlakuan yang bermartabat dan manusiawi dari negara kan kemudian dilanggar. Meskipun itu tidak semuanya, hanya beberapa titik aksi massa aja, ada lima titik begitu," kata dia.

"Melanggar HAM, polisi melakukan kekerasan yang berlebihan sehingga hak untuk mendapatkan perlakukan yang bermartabat dan manusiawi itu dilanggar," imbuhnya.




Mahfud MD: Tak Ada Lagi Pelanggaran HAM Pemerintah ke Rakyat:




Beka mengatakan, pihak keamanan tentu saja memiliki kewenangan untuk menggunakan kekerasan pada saat mengamankan unjuk rasa. Namun kewenangan itu tidak boleh digunakan secara sembarangan.

"Polisi tentu saja boleh menggunakan kekerasan karena memang dia memiliki wewenang itu, mandat itu, bahkan diskresi itu ada, tetapi dia menggunakan kekerasannya tidak boleh sembarangan. Di lima titik itu polisi menggunakan kekerasan yang berlebihan. Misalnya di Kampung Bali itu yang di dekat masjid yang videonya keras. Itu kan ketika menangkap, kemudian dipukuli, di tendang, nah itu yang menjadi sorotan Komnas," sebut Beka.



Beka mengatakan ada dua jenis pelanggaran HAM, yaitu pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM berat. Beka kembali menegaskan dalam peristiwa 21-23 Mei Komnas HAM tidak menemukan adanya pelanggaran HAM berat, namun Komnas HAM menemukan adanya hak massa yang dilanggar.

"Pelanggaran ada dua, pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM yang berat. Pelanggaran HAM yang berat ukurannya ada dua, sistematis dan atau meluas. Dalam peristiwa 21-23 mei Komnas HAM tidak menemukan indikasi bahwa penanganan negara atau polisi dalam hal ini tidak melakukan pelangaran HAM yang berat. Tapi kemudian memang ada hak-hak dari massa yang terlanggar di situ," pungkasnya.



Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut kasus kerusuhan yang terjadi dalam demonstrasi pada 22 Mei lalu bukanlah pelanggaran HAM. Menurut Mahfud, yang terjadi saat itu adalah konflik karena pihak kepolisian yang diserang.

"Oh yang 22 Mei jangan bilang itu pelanggaran HAM. Kalau itu justru polisi yang diserang kan. Sudah ada videonya kan dilempar, diajak berkelahi, gitu kan. Jadi pada saat itu konflik. Itu bukan pelanggaran HAM yang terencana, mereka yang nyerang. Nanti kita lihat pengadilannya, kan pengadilannya masih berjalan," kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads