"Kami sejak awal tidak berubah ya tidak bersepakat dengan hukuman mati, karena bagi Komnas HAM hak untuk hidup adalah hak absolut dari manusia," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, saat ditemui di MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Dia mengatakan Komnas HAM tak melihat alasan substansial hukuman mati sebagai cara menyelesaikan persoalan. Menurutnya, hukuman mati menjauhkan manusia dari peradaban yang manusiawi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan kami tidak melihat alasan substansial memilih hukaman mati sebagai cara menyelesaikan persoalan. Lebih jauh kami menganggap ini menjauhkan kita dari peradaban yang manusiawi. Memang ada kemarahan ketika ditanya terhadap pelaku kejahatan yang serius, tapi ingat memberi hukuman mati bagi mereka tidak menyelesaikan persoalan, termasuk kepada koruptor," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Jokowi bicara soal hukuman mati untuk koruptor itu saat mendapat pertanyaan dari siswa SMKN 57 Jakarta. Dalam acara #PrestasiTanpaKorupsi, siswa bernama Harley bertanya kepada Jokowi soal kemungkinan koruptor dihukum mati.
Jokowi menyebut hukuman mati bagi koruptor bisa saja dimasukkan ke revisi UU terkait jika ada kehendak masyarakat.
Simak Video "Tolak Hukuman Mati Bagi Koruptor, Amnesty: Tak Manusiawi"
"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana, tipikor itu dimasukkan, tapi sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," ujar Jokowi, Senin (9/12).
Di Indonesia sebetulnya telah lama memiliki aturan pidana mati bagi koruptor. Aturan itu tertuang dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat 2 tersebut mengatur hukuman bagi koruptor, di mana hukuman mati menjadi salah satu opsinya. Pasal 2 UU tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Namun penerapan hukuman mati itu tidak sembarangan. Hukuman tersebut hanya dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. Syarat tersebut dituangkan dalam penjelasan pasal 2 ayat 2.
"Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter," demikian bunyi penjelasan tersebut.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini