Menag Kembalikan Lembaga Penguji Halal ke MUI, Bagaimana Sikap Muhammadiyah?

Menag Kembalikan Lembaga Penguji Halal ke MUI, Bagaimana Sikap Muhammadiyah?

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Jumat, 06 Des 2019 16:55 WIB
Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti (Jefrie/detikcom)
Jakarta - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengembalikan kewenangan uji produk halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Padahal, sesuai dengan UU, lembaga penguji produk halal bisa dilakukan oleh laboratorium mana pun, sepanjang memenuhi syarat. Lalu, bagaimana sikap Muhammadiyah selaku ormas Islam?

"Kalau bagi Muhammadiyah yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah bersungguh-sungguh melaksanakan UU Jaminan Produk Halal. PP Jaminan produk halal sudah terbit dan sudah pula diterbitkan peraturan bahwa sejak 17 Oktober, semua produk sudah harus bersertifikat halal," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada wartawan, Jumat (6/12/2019).


Abdul Mu'ti mengatakan, bila lembaga penguji halal itu dikembalikan lagi ke MUI, semestinya dilakukan lewat judicial review. Hal tersebut merupakan mekanisme dalam perubahan UU.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau diberikan kewenangan kepada lembaga di luar MUI berarti harus dilakukan judicial review. Dalam struktur hukum, kalau ada perubahan UU mekanisme melalui JR, atau dibuat UU baru oleh DPR," ujarnya.


Dia juga mempertanyakan alasan diskresi yang menjadi landasan Menag mengembalikan wewenang sertifikasi halal ke MUI. Menurutnya, diskresi pun mesti memiliki payung hukum.

"Diskresi itu harus ada dasar atau payung hukumnya. Setahu saya tidak boleh ada aturan yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Lihat saja UU dan PP apakah ada klausul yang terkait dengan transisi, yang membolehkan diskresi. UU Jaminan Produk Halal sudah ditetapkan lima tahun lalu. Dan seharusnya sudah berlaku penuh," tuturnyaa.

Sebelumnya, lewat KMA Nomor 982 Tahun 2019 tentang Layanan Sertifikasi Halal, Menag Fachrul Razi telah menugaskan BPJPH Kemenag, MUI, dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI untuk mengurusi sertifikat halal.

"Dalam hal peraturan perundang-undangan mengenai besaran tarif layanan sertifikat halal sebagaimana dimaksud diktum Keempat belum ditetapkan, besaran tarif layanan sertifikasi halal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada MUI dan LPPOM MUI yang memberikan sertifikasi halal sebelum ketentuan mengenai peraturan perundang-undangan terkait jaminan produk halal berlaku," demikian bunyi Diktum Kelima dalam SK yang ditandatangani pada 12 November 2019.


Penunjukan LPPOM MUI ini bertentangan dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Halal. Di mana lembaga penguji halal boleh dibuat oleh lembaga mana pun, sepanjang memiliki laboratorium yang memenuhi syarat. Namun Kemenag menilai ini tidak bertentangan dengan UU karena KMA itu dianggap sebagai diskresi.

"Ini masa transisi saja sampai semuanya sudah terpenuhi dan organisasi Kemenag sudah terbangun dengan baik," kata Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Saadi, kepada wartawan, Jumat (6/12).

"Di masa transisi ini, perlu ada diskresi yang dimungkinkan juga di dalam peraturan perundang-undangan," sambungnya.
Halaman 2 dari 2
(rdp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads