Muhammadiyah: PMA Majelis Taklim Berlebihan Jika Dikaitkan Radikalisme

Muhammadiyah: PMA Majelis Taklim Berlebihan Jika Dikaitkan Radikalisme

Jefrie Nandy Satria - detikNews
Rabu, 04 Des 2019 23:12 WIB
Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir (Usman Hadi/detikcom)
Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menilai Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Majelis Taklim sudah kelewatan. PMA Majelis Taklim itu mengharuskan majelis taklim terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag).

"Muhammadiyah itu menghargai ya niat dan maksud yang mau dilakukan oleh pemerintah soal majelis taklim untuk pendaftaran. Tetapi kebijakan itu kalau dikaitkan dengan radikalisme itu memang berlebihan, tidak nyambung juga," kata Haedar usai pertemuan dengan PKS di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019) malam.



Dia melihat PMA tentang Majelis Taklim itu berhubungan dengan upaya pemerintah dalam menanggulangi radikalisme berbasis agama. Dia menilai majelis taklim dan radikalisme adalah dua hal yang tidak menyambung. Namun PMA itu dinilainya berpotensi diskriminatif dan menimbulkan asumsi yang tidak baik tentang majelis taklim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti kan asumsinya, oh berarti umat Islam itu menjadi sumber dari radikalisme. Kalau kemudian ini juga diterapkan, nanti ini konteksnya demokrasi, bisa ke mana-mana," kata Haedar.



Dia khawatir pengaturan soal majelis taklim akan disusul dengan pengaturan soal aktivitas sosial lain di negara demokratis ini. Dia menyarankan agar pemerintah membawa persoalan radikalisme, ekstremisme, intoleransi, dan terorisme ke ranah hukum saja, bukan ke ranah pengaturan majelis taklim secara umum.

"Sebab nanti kalau satu agama diatur nantikan di agama lain juga nanti harus diatur kemudian dalam kehidupan sosial juga diatur nanti malah pemerintah jadi habis waktunya untuk mengatur masalah-masalah seperti ini," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mewajibkan majelis taklim mendaftarkan ke Kementerian Agama (Kemenag). Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Kewajiban majelis taklim terdaftar di Kemenag tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) PMA 29/2019 tentang Majelis Taklim. Fachrul menegaskan aturan dibuat untuk memudahkan Kemenag memberikan bantuan.

"Supaya kita bisa kasih bantuan ke majelis taklim. Kalau tidak ada dasarnya nanti kita tidak bisa kasih bantuan," tegas Menag Fachrul saat menjawab pertanyaan media usai menghadiri Rapat Senat Terbuka Dies Natalis ke-53 UIN Imam Bonjol di Padang, Jumat (29/11), seperti dikutip dari situs Kemenag.



Fachrul menjelaskan PMA itu tak terkait soal radikalisme. Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mendukung aturan majelis taklim harus terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Ma'ruf mengatakan pendataan tersebut untuk menjauhkan majelis taklim dari paham radikal.

"Untuk data saya kira perlu, supaya ada majelis taklim nanti jangan sampai ada majelis yang menjadi sumber persoalan. Atau mengembangkan radikalisme misalnya, kan jadi masalah. Sehingga penting, bukan didaftar saya kira, dilaporkan," kata Ma'ruf di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Senin (2/12).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads