Jakarta - Gempa bumi magnitudo 6,5 di Ambon yang terjadi pada Kamis (26/9) membuat banyak warga mengungsi. Pasalnya gempa susulan terus terjadi.
"Hingga 24 November 2019, BMKG memonitor gempa susulan terjadi 2.509 kali dan 287 kali dirasakan warga," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas
BNPB, Agus Wibowo, lewat keterangannya, Senin (25/11/2019).
Agus mengatakan gempa Maluku sangat unik karena sangat aktif. Gempa ini mengakibatkan korban meninggal 41 jiwa dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPBD Maluku bersama
LIPI pun memberi sosialisasi tentang gempa bumi dan cara menghadapinya. Sosialisasi digelar di Gereja Protestan Maluku (GPM) Negeri Suli, Pulau Ambon, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah.
 BPBD Maluku bersama LIPI pun memberi sosialisasi tentang gempa bumi dan cara menghadapinya (Foto: Dok. BNPB) |
Fretha Julian dari BPBD Provinsi mengatakan sosialisasi ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan tentang langkah-langkah menghadapi gempa bumi. Dalam sosialisasi ini juga disampaikan upaya 'Gerakan kembali ke rumah'.
Gerakan ini diinisiasi dari Majelis Jemaat GPM Suli sejak Oktober 2019 dengan ditandai dengan lonceng gereja yang dibunyikan setiap jam 05.00 WIT. Jemaat diajak untuk berdoa di rumah mereka masing-masing ketika lonceng berbunyi.
"Alhasil, sudah banyak masyarakat Suli yang sudah kembali ke rumah masing-masing. Walaupun masih banyak anggota masyarakat lain yang masih menetap di tenda ketika malam," ujar Fretha.
Menurutnya, tindakan Ketua Majelis Jemaat GPM Suli juga telah memberikan contoh kepada warga yang memutuskan tidak meninggalkan rumah pastorinya yang berada di kawasan Suli Bawah sejak terjadi gempa pada 26 September 2019. Hal ini menegaskan bahwa pimpinan komunitas memegang peran penting dalam pemulihan masyarakat.
"Perlahan-lahan anggota jemaat sudah mulai turun ke rumah masing-masing," ujar Fretha.
Grafik intensitas gempa bumi usai terjadi gempa M 6,5 pada Kamis (26/9) lalu (Foto: Dok. BNPB) |
Fretha mengatakan 'Gerakan Kembali ke Rumah' dapat membantu kenyamanan masyarakat untuk mendiami rumah masing-masing. "Tentunya bagi mereka yang struktur rumahnya masih kuat," kata Fretha.
Di sisi lain, Majelis Jemaat GPM Suli telah menyediakan dua tempat evakuasi bagi masyarakat dan mereka sudah paham harus berlari ke tempat evakuasi tersebut. Fretha mengatakan sarana evakuasi berupa rambu evakuasi maupun tempat evakuasi akan sangat membantu warga saat ada ancaman bahaya.
"Siaga bencana seyogyanya harus berasal dari individu dan komunitas masing-masing," ujar Fretha.
Sementara itu, pascagempa pada September lalu dan ditambah dengan gempa susulan telah membuat bangunan gereja mengalami retak-retak. Kondisi ini mendorong majelis untuk membuat konstruksi sederhana di depan gereja sehingga jemaat merasa tenang ketika beribadah.
"Menurut Majelis Jemaat, mereka sedang menunggu kajian teknis dari Dinas PUPR Provinsi Maluku, tentang kelayakan gedung gereja," tambah Fretha.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini