"(Yang ditahan) dua orang nelayan, Pak Muhamad Alwi dari Kampung Dadap dan Pak Ade Sukanda dari Kamal Muara, karena diduga melakukan tindak pidana Pasal 335 KUHP," kata kuasa hukum kedua tersangka, Pius Situmorang, dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (20/11/2019).
(Dalam hak jawabnya, pengembang Pulau C PT KapukNaga Indah menyebutkan bahwa PT KapukNaga Indah selaku pengembang tidak pernah melaporkan Muhamad Alwi dan Sukanda, karena berdasarkan informasi yang kami dapatkan atas Laporan Polisi No: LP/6138/XI/2017/PMJ/Ditreskrimum tanggal 13 Desember 2017, dilaporkan oleh PT Kukuh Mandiri Lestari)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pius menjelaskan awalnya keduanya memprotes aktivitas kapal tongkang di pesisir Kamal Muara dan Pulau C. Kasus itu terjadi pada 11 Desember 2017.
"Di mana para nelayan menuntut ganti rugi terhadap bagan/tambak ternak kerang hijau yang rusak karena aktivitas kapal tongkang batu merah dan atau kapal penyedot pasir di pesisir Kamal Muara dan Pulau C, hasil reklamasi," lanjutnya.
(Menurut PT KapukNaga Indah, bahwa berdasarkan informasi dari PT Kukuh Mandiri Lestari, waktu kejadian adalah pada tanggal 11 Desember 2017 sekitar jam 15.00 WIB, namun bukan memprotes aktivitas kapal tongkang, melainkan membuat keributan bahkan sampai menyebabkan adanya barang-barang yang rusak saat kejadian, ada pula yang membawa senjata tajam dan secara tanpa izin naik ke atas kapal)
Para nelayan memprotes aktivitas reklamasi karena dikhawatirkan mengganggu ternak kerang hijau para nelayan. Di samping itu, Pius menyebutkan bahwa pihak pengembang Pulau C juga tidak menyosialisasi aktivitas itu terlebih dahulu.
"Selain itu, amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dan biaya ganti rugi pembebasan lahan saat pembangunan Pulau C juga belum dicairkan kepada para nelayan," tuturnya.
(PT KapukNaga Indah menyatakan bahwa peristiwa tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Muhamad Alwi dan Sukanda tidak ada kaitannya sama sekali dengan reklamasi Pulau C yang nyata-nyata sudah selesai dilakukan dan bahwan sudah berubah nama menjadi 'Pantai Kita', sehingga tidak ada korelasi/hubungannya dengan mengkait-kaitkan peristiwa tersebut dengan reklamasi pulau. Bahkan seluruh keterangan tersebut merupakan keterangan yang tidak benar dan sudah merupakan fitnah)
Usai aksi protes itu, tidak ada upaya musyawarah dalam penyelesaian perselisihan tersebut. Bahkan kapal keruk kembali beroperasi.
"Justru kapal keruk kembali beroperasi pada 11 Desember 2017. Nelayan yang membawa 40 kapal lantas kembali melayangkan protes dengan mendatangi kapal itu," lanjutnya.
Pius menyebut pihak pengembang mengerahkan ormas untuk menjaga kapal tersebut. Ia juga menyebut nelayan ditodong senpi rakitan.
Tidak henti sampai situ, usai kejadian itu, Alwi tiba-tiba mendapat surat panggilan bernomor S.Pgl/6840/VII/2018/Ditreskrimum. Lalu pada 30 Juli 2018, Alwi dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana perbuatan memaksa seseorang dengan ancaman kekerasan.
"Kekerasan yang dimaksud dalam Pasal 335 KUHP atas nama pelapor MRD selaku koordinator dari PT KML (pengembang)," sambungnya.
Sekian lama kasus berlalu, Alwi kembali dikejutkan oleh surat panggilan pada 13 November 2019. Dalam surat panggilan baru nomor B/7764/XI/RES.1.24/2019/Ditreskrimum, Alwi ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian ditahan polisi.
"Saat memenuhi panggilan tersebut, Saudara Alwi tidak diizinkan pulang dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya hingga saat ini," lanjutnya. Selain Alwi, Pius menyebutkan Ade ikut ditahan.
Hingga berita ini dimuat, detikcom telah mencoba meminta konfirmasi dari Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto. Namun WA dan telepon dari detikcom tidak dijawab oleh Suyudi.
Redaksi melakukan pengeditan pada artikel ini dengan menambahkan materi hak jawab dari PT KapukNaga Indah. Hak jawab tersebut juga sudah dimuat secara khusus dalam artikel terpisah.
Halaman 2 dari 1
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini