Pernyataan Isaias itu awalnya disampaikan seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) di DPR. Selain Isaias, ada sejumlah bupati lain dari Papua yang datang ke DPR.
"Jadi dari perjuangan sekian lama, hari ini baru dijawab oleh DPR RI Komisi II. Intinya sudah setuju untuk pemekaran Papua Tengah. Jadi kami dari wilayah Papua Tengah mengucapkan banyak terima kasih kepada DPR RI Komisi II," kata Isaias di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dimintai konfirmasi terpisah, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan belum ada keputusan terkait pemekaran untuk Provinsi Papua Tengah. Doli menyebut Komisi II hanya menerima masukan dari para bupati di wilayah Papua itu.
"Belum (ada kesimpulan), kan kami cuma rapat dengar pendapat umum. Jadi kami menerima masukan," kata Doli di gedung DPR, Rabu (20/11).
![]() |
Doli pun menyampaikan pesan agar jangan sampai, saat masalah di tingkat pusat hampir selesai, masyarakat di Papua justru belum rampung berkonsolidasi. Ia mewanti-wanti kesiapan masyarakat Papua terkait pemekaran ini.
"Misalnya, kan di tahun 2009 itu pernah terbit UU Nomor 45 tentang Pemekaran Papua. Waktu itu ada Papua Tengah. Satu-satunya dalam UU itu yang tidak terimplementasi adalah terbentuknya Provinsi Papua Tengah karena berebut ibu kota," ujar Doli.
"Jangan sampai nanti di Jakarta ini sudah kita melakukan konsolidasi, kemudian katakanlah nanti kita sudah menemukan formula yang tepat untuk melakukan pemekaran itu, ternyata masyarakat di sana belum siap," imbuhnya.
Bupati Puncak Willen Wandik sebelumnya mengatakan sudah ada kesepakatan Kabupaten Timika akan menjadi ibu kota Provinsi Papua Tengah nantinya. Namun Doli menyebut ada permintaan idealnya ada tujuh provinsi di Papua.
"Iya makanya, kan itu baru satu provinsi. Kan permohonannya di sana kan idealnya sampai terjadi tujuh provinsi. Sekarang baru dua, Papua sama Papua Barat. Nah Papua ini akan jadi empat, Papua Barat tambah satu lagi. Itu konsep awal yang ideal tentang bagaimana kita menyelesaikan masalah di Papua itu," ungkapnya.
Doli mengatakan pihaknya saat ini terus merespons dengan melakukan rapat dengar pendapat umum dengan perwakilan masyarakat Papua. Menurutnya, hal yang sudah disepakati dari pertemuan-pertemuan yang sudah dilakukan adalah penyelesaian masalah Papua melalui pendekatan kesejahteraan.
"Cara yang paling tepat untuk peningkatan kesejahteraan itu bagaimana mendistribusikan sentra-sentra kekuasaan di sana, pengambilan kebijakan, sehingga pelayanan publik itu semakin dekat ke masyarakat. Dengan diperluas sentra-sentra kekuasaan dan pusat-pusat kegiatan ekonomi itu pelayanan publik bisa lebih terjangkau oleh masyarakat," tutur Doli.
Doli pun menyampaikan komitmen Komisi II dalam pemekaran Papua. Menurutnya, saat ini masih ada masalah teknis soal moratorium daerah otonomi baru.
"Karena kami concern, kami menunjukkan komitmen ya bahwa di Komisi II ini selalu ingin menjaga keutuhan NKRI. Satu anggota masyarakat pun jangan kita biarkan merasa dia tidak diperhatikan. Karena itu, kita tahu beberapa bulan terakhir ini banyak kejadian di Papua, yang itu kejadian berulang-ulang. Makanya kita mempercepat persoalan ini bisa selesai," ujarnya.
Menurut Doli, saat ini tengah dicari formula yang pas terkait moratorium. Doli pun membuka opsi merevisi UU Otonomi Khusus Papua dan sudah memasukkannya dalam Prolegnas prioritas.
"Ini yang sekarang kita lagi cari formulasinya gimana. Karena, begitu sekali dibuka, sekarang sudah ada terdaftar 315 calon daerah otonomi baru yang terdaftar di Kemendagri. Tentu kan ini nanti harus diatur. Karena itu, ada pikiran karena memang Papua ini masuk daerah otonomi khusus, dan memang keotonomian khususnya itu sudah mulai hampir berakhir pada 2021, makanya kita mendorong itu pintunya melalui revisi UU Otsus Papua," ungkap Doli.
"Makanya kita di Komisi II juga sudah memasukkan revisi UU Otsus Papua masuk menjadi salah satu prioritas di Prolegnas," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2