"Setidaknya Ada 31 kasus yang kami monitoring melalui media, pelanggaran terhadap hak kebebasan beragama atau intoleransi di Indonesia, bentuk beragam yang paling banyak dan dominan adalah pelarangan atau pembubaran ritual pengajian ceramah atau pelaksanaan ibadah agama atau kepercayaan, ada 12 kasus," kata Koordinator Program Penelitian Imparsial Ardimanto Adiputra saat memberi pemaparan di kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Minggu (17/11/2019).
Temuan 31 kasus tersebut dari hasil pemantauan dan pengumpulan data oleh Imparsial. Sebelas di antaranya merupakan pelarangan beribadah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ardimanto menyebut pelaku intoleran paling banyak didominasi oleh kelompok masyarakat. Mereka menggerakkan masyarakat sekitar untuk melakukan tindakan intoleransi.
"Nah melihat dari ke-31 kasus ini memang pelaku dominan dari pelanggaran kebebasan beragama didominasi kelompok masyarakat sipil yang mereka mengorganisir masyarakat sekitar," ucapnya.
Selain itu, kata Ardimanto, pelaku lainnya ialah aparat penegak hukum dan pemerintah. "Aparat negara masih sumbang sebagai pelaku pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan di mana seharusnya mereka pihak yang melindungi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengungkap intoleransi yang terus berulang lantaran peraturan yang membatasi kebebasan beragama dan hukum yang belum tegas. Karena itu, dia mendorong pemerintah untuk mencabut beberapa peraturan dan mempertegas hukum terhadap pelaku intoleran.
"Pemerintah segera mencabut atau merevisi peraturan perundang-undangan dan kebijakan baik di tingkat nasional dan lokal yang membatasi hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan mendorong penegakan hukum yang tegas dan adil terhadap para pelaku intoleran," ucap Gufron.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini