Seleksi Hakim Agung, Brigjen Sugeng Cerita Kasus Penjebakan Narkoba

Seleksi Hakim Agung, Brigjen Sugeng Cerita Kasus Penjebakan Narkoba

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 13 Nov 2019 11:23 WIB
Foto: Brigjen Sugeng Sutrisno
Jakarta - Hakim Militer Utama Dilmiltama, Brigjen Sugeng Sutrisno, menjadi calon hakim agung (CHA) keempat yang diwawancara. Sugeng mengungkapkan ada kasus jebakan narkoba anggota TNI yang pernah ditanganinya. Bagaimana ceritanya?

Sugeng setuju pemakai narkoba harus dipecat sebagai anggota TNI, sebab sekalinya sudah kena, tidak mungkin kembali ke keadaan semula. Walaupun demikian, harus tetap dilihat per kasus. Jika seandainya masih bisa dibina, bisa saja tidak dipecat. Harus dilihat apakah pelakunya memakai sendiri atau dijebak.

"Saya pernah menemukan kasus, setelah melakukan kegiatan olahraga, oknum TNI ini diberikan minum. Besoknya dites narkoba, hasilnya positif. Oknum TNI ini tidak tahu darimana bisa hasilnya positif, apalagi anaknya disiplin. Bisa jadi dijebak. Makanya artinya dia masih bisa dibina. Tapi selain alasan seperti itu, saya tidak sependapat jika tidak dipecat karena narkoba," kata Sugeng dalam wawancara terbuka di Gedung Komisi Yudisial (KY) sebagaimana dilansir website KY, Rabu (13/11/2019).

Dalam wawancara itu, ia berkata bahwa setiap hakim militer pasti pernah mendapatkan intervensi, tinggal bagaimana hakim menyikapinya.

"Hakim militer dalam peradilan tidak harus tunduk kepada pimpinan, tapi kepada Tuhan. Hakim tidak boleh terpengaruh oleh para pihak, termasuk pimpinan, selama proses penegakan hukum. Pimpinan juga tidak boleh memberikan sanksi kepada hakim militer jika putusannya tidak sesuai dengan keinginan mereka," papar Sugeng.

Sugeng pernah memutus perkara anak dari pejabat TNI senior yang memohon agar anaknya jangan dipecat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya hormati beliau, dengan memberikan buku UU yang dilanggar oleh anaknya. Saya tanyakan, dengan kasus yang menimpa anaknya, apakah pantas anaknya tidak dipecat? Akhirnya saya tetap memutuskan anaknya tersebut dipecat," jelas Sugeng.

Zaman dulu, bisa jadi hakim hanya corong UU. Saat ini, hakim harus memutus berdasarkan keadilan, sesuai dengan irah-irah (kepala putusan) di putusannya.

"Jika hakim hanya memutus berdasarkan UU, maka tidak bedanya dia memakai kacamata kuda. Jikalau ada terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim harus memilih keadilan," tegas Sugeng. (asp/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads