Sugeng setuju pemakai narkoba harus dipecat sebagai anggota TNI, sebab sekalinya sudah kena, tidak mungkin kembali ke keadaan semula. Walaupun demikian, harus tetap dilihat per kasus. Jika seandainya masih bisa dibina, bisa saja tidak dipecat. Harus dilihat apakah pelakunya memakai sendiri atau dijebak.
"Saya pernah menemukan kasus, setelah melakukan kegiatan olahraga, oknum TNI ini diberikan minum. Besoknya dites narkoba, hasilnya positif. Oknum TNI ini tidak tahu darimana bisa hasilnya positif, apalagi anaknya disiplin. Bisa jadi dijebak. Makanya artinya dia masih bisa dibina. Tapi selain alasan seperti itu, saya tidak sependapat jika tidak dipecat karena narkoba," kata Sugeng dalam wawancara terbuka di Gedung Komisi Yudisial (KY) sebagaimana dilansir website KY, Rabu (13/11/2019).
Dalam wawancara itu, ia berkata bahwa setiap hakim militer pasti pernah mendapatkan intervensi, tinggal bagaimana hakim menyikapinya.
"Hakim militer dalam peradilan tidak harus tunduk kepada pimpinan, tapi kepada Tuhan. Hakim tidak boleh terpengaruh oleh para pihak, termasuk pimpinan, selama proses penegakan hukum. Pimpinan juga tidak boleh memberikan sanksi kepada hakim militer jika putusannya tidak sesuai dengan keinginan mereka," papar Sugeng.
Sugeng pernah memutus perkara anak dari pejabat TNI senior yang memohon agar anaknya jangan dipecat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zaman dulu, bisa jadi hakim hanya corong UU. Saat ini, hakim harus memutus berdasarkan keadilan, sesuai dengan irah-irah (kepala putusan) di putusannya.
"Jika hakim hanya memutus berdasarkan UU, maka tidak bedanya dia memakai kacamata kuda. Jikalau ada terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim harus memilih keadilan," tegas Sugeng. (asp/aan)