Jakarta - Sebuah adagium menyebutkan manusia tempatnya salah. Namun bagi Komisi Pemilihan Umum (
KPU), manusia yang berulang melakukan kesalahan yang sama tak seharusnya mendapat kesempatan menjadi pemimpin.
Ketua KPU Arief Budiman kembali memperjuangkan agar para mantan terpidana kasus korupsi tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Pada Pileg 2019 Arief dan para penggawa di KPU sebetulnya sudah mengangkat persoalan ini tetapi terbentur hierarki aturan.
Kini KPU kembali ancang-ancang. Terlebih KPU memiliki argumen kuat untuk mendukung rencananya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada argumentasi kalau sudah ditahan, dia sudah menjalani kan sudah selesai, sudah tobat, tidak akan terjadi lagi. Tetapi faktanya Kudus itu kemudian sudah pernah ditahan, sudah bebas, nyalon lagi, terpilih, korupsi lagi," kata Arief di Kantor Presiden, Senin (11/11/2019).
Ucapan Arief itu merujuk pada Muhammad Tamzil yang terjerat korupsi 2 kali. Dia merupakan Bupati Kudus nonaktif.
"Nah melihat perdebatan, ini sudah tidak sekeras dulu lagi, pembahasan kita saya rasa semakin banyak yang punya napas yang sama, punya rasa yang sama, ya kita butuh yang ini. Tapi siang ini kita masih melakukan pembahasan lagi di DPR dan pemerintah di Komisi II," ujar Arief.
Tamzil dijerat KPK sebagai tersangka karena diduga menjualbelikan jabatan. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyampaikan keprihatinannya saat mengumumkan penetapan tersangka terhadap Tamzil pada Sabtu, 27 Juli 2019.
"KPK menyesalkan terjadinya suap yang melibatkan kepala daerah terkait dengan jual beli jabatan," kata Basaria.
"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk. Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," imbuh Basaria.
Tamzil diduga KPK menerima Rp 250 juta dari Akhmad Sofyan yang ingin mendapatkan jabatan. Uang itu diberikan Akhmad melalui staf khusus Tamzil yang bernama Agus Soeranto. Tiga orang itu pun menjadi tersangka di KPK.
Sebelum kasus itu, Tamzil pernah dibui saat menjadi Bupati Kudus periode 2003-2008. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004.
Kasus itu ditangani Kejaksaan Negeri Kudus. Tamzil pun divonis bersalah dengan hukum 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Tamzil dipenjara hingga akhirnya mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Kedungpane, Semarang pada Desember 2015.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini