Sementara itu, Viryan menilai evaluasi Pilkada langsung adalah hal yang wajar apabila dilakukan. Namun untuk merubah sistem pemilihan, Viryan masih mempertanyakan kegentingannya.
"Pilkada langsung dievaluasi saya pikir itu hal yang wajar, dalam siklus pemilu dan Pilkada setealh selesai event pelaksnaan Pemilu dan Pilkada itu selalu dilakukan evaluasi. Tapi apakah evaluasinya merubah sistem kita tidak melihat tidak melihat sampai harus seperti itu. Jadi ibaratnya seperti pohon tadi," jelasnya.
"Kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," ujar Tito di kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (6/11).
Tito menyebut pembiayaan politik yang tinggi itu berpotensi memunculkan peluang korupsi. Sebab, menurutnya, untuk menjadi kepala daerah atau wali kota dibutuhkan uang yang tidak sedikit.
"Kalau saya, sebagai mantan Kapolri, ada OTT penangkapan kepala daerah itu bukan suatu kejutan buat saya. Kenapa? Mungkin hampir semua kepala daerah berpotensi melakukan tindak pidana korupsi," katanya.
(lir/zap)