Pak Jokowi, Begini Rumitnya Regulasi Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Pak Jokowi, Begini Rumitnya Regulasi Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 08 Nov 2019 08:42 WIB
4 Penyelundup sabu sebesart 1,4 ton dihukum mati tapi belum dieksekusi (ist.)
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerukan omnibus law untuk memotong regulasi di bidang investasi yang dinilai menghambat. Di sisi lain, keruwetan regulasi juga ditemui di sektor lain yaitu eksekusi mati gembong narkoba hingga pembunuhan kelas berat.

Para terpidana mati yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, masih diberikan upaya hukum luar biasa mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun, hal ini seakan-akan dimanfaatkan para terpidana mati ketika akan dieksekusi mati. Ketika akan dieksekusi mati, terpidana mati langsung teriak: "Saya mau PK."

Nah, kerumitan semakin runyam ketika terdapat dua penafsiran. Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan PK boleh dilakukan berkali-kali, adapun Mahkamah Agung (MA) menyatakan PK hanya satu kali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu akan menjadi sedikit problema bagi kami untuk melaksanakan eksekusi mati. Karena apa? Para terpidana mati yang sudah PK satu kali harus dipertimbangkan lagi kalau dia mau PK," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Alasan MK, pasal 268 ayat 3 KUHAP yang menyatakan PK hanya bisa diajukan satu kali melanggar konstitusi.

"Pengajuan PK tidak terkait dengan jaminan pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan tidak terkait pula dengan pemenuhan tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis," bunyi pertimbangan MK yang diputuskan pada 2014 silam.

Atas kegaduhan putusan MK ini, sempat dibuat rapat gabungan antara Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno. Mereka menandatangani kesepakatan mengenai pengajuan peninjauan kembali dan grasi.

Namun, kesepakatan itu tiada jelas ujungnya. Jaksa Agung sebagai otoritas tunggal eksekusi masih gamang melakukan eksekusi mati. Bila PK boleh berkali-kali, maka para gembong narkoba semakin susah untuk dieksekusi mati.

Kerunyaman semakin menjadi-jadi karena ada hak napi lainnya yaitu grasi. Putusan MK Nomor 107/PUU-XIII/2015 memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi waktu. Hal ini lagi-lagi membuat celah hukum. Kala tim algojo akan membawa para gembong narkoba ke tiang eksekusi, mereka akan teriak kencang: "Saya akan grasi."

Di sisi lain, serbuan narkoba ke Indonesia sudah dalam keadaan darurat. Tidak lagi dalam jumlah ratusan kilogram, tapi sudah dalam jumlah ton sekali operasi penyelundupan.

Kasus terbesar terakhir yaitu penyelundup sabu seberat 1,6 ton. 4 WN China, Yao Yin Fa, Chen Meisheng, Chen Yi, dan Chen Hui dihukum mati. Tapi hingga kini tak kunjung dieksekusi mati.
Halaman 2 dari 2
(asp/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads