Bukan Besaran Tuntutan yang Bikin Bowo Sidik Kecewa

Round-Up

Bukan Besaran Tuntutan yang Bikin Bowo Sidik Kecewa

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 07 Nov 2019 08:20 WIB
Bowo Sidik Pangarso (Foto: Ari Saputra-detikcom)
Jakarta - Mantan Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso dituntut tujuh tahun penjara karena dinilai bersalah menerima suap dan gratifikasi. Namun, bukan besarnya tuntutan yang membuat Bowo kecewa, melainkan hal lain. Apa itu?

Jaksa KPK awalnya menuntut Bowo divonis 7 tahun penjara. Bowo juga dituntut membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menuntut majelis hakim agar menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Bowo diyakini jaksa menerima suap USD 163.733 dan Rp 311 juta (bila dikurskan dan dijumlahkan menjadi Rp 2,6 miliar lebih). Suap itu diterima dari Asty Winasty sebagai General Manager Komersial atau Chief Commercial Officer PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) dan Taufik Agustono sebagai Direktur Utama PT HTK. Pemberian suap itu diterima Bowo melalui orang kepercayaannya bernama M Indung Andriani K.

Jaksa KPK juga meminta majelis hakim tidak mengabulkan permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Bowo serta menuntut Bowo membayar uang pengganti Rp 52 juta. Selain tuntutan pidana, Bowo Sidik Pangarso juga dituntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung setelah tuntas menjalani hukuman pidananya.



Bowo diyakini menerima suap agar membantu PT HTK mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog). Bowo menerima commitment fee yang diberikan Asty melalui Indung.

Bowo juga diyakini bersalah menerima Rp 300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS. Jaksa menyebut Lamidi meminta bantuan Bowo menagihkan pembayaran utang. PT AIS memiliki piutang Rp 2 miliar dari PT Djakarta Lloyd berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan BBM.

Bowo diyakini bersalah melanggar Pasal 12 b UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Jaksa juga menyakini Bowo Sidik menerima gratifikasi SGD 700 ribu berkaitan pengurusan anggaran di DPR hingga Munas Partai Golkar. Uang tersebut kemudian disimpan Bowo Sidik di rumahnya, Jalan Cilandak, Jakarta Selatan.

"Terdakwa menyimpan uang-uang yang diterimanya tersebut total berjumlah SGD 700 ribu dalam lemari pakaian kamar pribadinya yang beralamat Jalan Bakti, Kav 2, Cilandak Timur, Jakarta Selatan," kata jaksa KPK.

Berikut ini rincian gratifikasi yang diterima Bowo yang tidak dirinci pemberian dari siapa:

1. Pada sekitar awal 2016, Bowo menerima uang senilai SGD 250 ribu dalam jabatan anggota Badan Anggaran DPR yang mengusulkan Kabupaten Kepulauan Meranti mendapatkan DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik APBN 2016;

2. Pada sekitar 2016, Bowo menerima uang tunai senilai SGD 50 ribu, saat Bowo mengikuti acara Munas Partai Golkar di Denpasar, Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar Periode tahun 2016-2019;



3. Pada 26 Juli 2017, Bowo menerima uang tunai sejumlah SGD 200 ribu dalam kedudukannya selaku wakil ketua Komisi VI DPR yang sedang membahas Peraturan Menteri Perdagangan tentang Gula Rafinasi (Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas);

4. Pada 22 Agustus 2017, Bowo telah menerima uang sejumlah SGD 200 ribu di Restoran Angus House Plaza Senayan, Lantai 4, Jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta, dalam kedudukannya selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR yang bermitra dengan PT PLN yang merupakan BUMN;

Jaksa jugamenyebutBowo menerima uang Rp 600 juta di Cilandak Town Square Jakarta. Penerimaan tersebut terkait pembahasan program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan untuk Tahun Anggaran 2017.

"Selanjutnya, terdakwa meminta bantuan Ayi Paryana menukarkan uang sejumlah SGD 693 ribu ke dalam mata uang rupiah, dengan cara menyerahkan uang dalam mata uang dollar Singapura secara bertahap kepada Ayi Paryana," kata jaksa.

Jaksa menyebut uang tersebut ditukar dalam bentuk pecahan Rp 20 ribu dan diantar Ayi Paryana ke kantor PT IAE. Uang tersebut untuk kebutuhan kampanye Bowo Sidik pada Pileg 2019.

"Bahwa penerimaan gratifikasi berupa uang tersebut tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang waktu 30 hari kerja sejak diterima sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang sehingga sudah seharusnya dianggap sebagai pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku wakil ketua sekaligus anggota Komisi VI DPR," kata jaksa.

Usai tuntutan dibacakan, Bowo mengungkapkan rasa kecewanya terhadap tuntutan jaksa KPK tersebut. Namun kekecewaan Bowo lebih pada substansi, bukan pada tuntutan penjara 7 tahun yang dikenakan kepadanya.

"Apa yang saya sampaikan real adanya, tapi KPK dan JPU (jaksa penuntut umum) tidak bisa membuktikan yang saya sebutkan di tuntutan saya," kata Bowo usai pembacaan tuntutan.

Kekecewaan Bowo berkaitan dengan penerimaan gratifikasi. Sebab, Bowo merasa menerima uang-uang itu dari sejumlah orang termasuk mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan M Nasir yang sebelumnya tercatat sebagai anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, termasuk mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.



"Enggar tidak didatangkan, padahal sudah saya sebutkan sumber dana atas perintah Enggar. Saya mengatakan ada Nasir anggota Demokrat juga tidak bisa didatangkan," ucap Bowo.

"Saya sebut semuanya. Sofyan Basir, Nasir. Semua saya sebutkan. Fakta itu. Tapi apa? JPU KPK tidak bisa menghadirkan beliau-beliau di persidangan saya. Saya tidak pernah berbohong di BAP (berita acara pemeriksaan). Saya bahkan pas di persidangan banyak sekali (memberikan keterangan), (tetapi) tidak digunakan JPU, tidak digunakan. Sangat kecewa buat saya," imbuhnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads