Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) FSGI Satriawan Salim menyebut standar pendidikan di Indonesia paling rendah adalah guru. Menurutnya, hasil uji kompetensi guru di Indonesia nilainya masih jauh dari harapan.
"Kalau kita merujuk pada Kemdikbud hasil uji kompetensi guru itu di kita masih di bawah 70, angka spesifiknya di tahun 2017 adalah 66,94. Bayangkan kalau di sekolah itu ada kriteria ketuntasan minimal siswa 75 gitu ya, guru kita ternyata di bawah itu. Itu kan paradoks ya siswanya 75, nilai guru secara nasional di bawah 70," ujar Satriawan di kantor KPAI, Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satriawan menyebutkan bahwa faktor yang menjadikan kompetensi guru masih rendah itu karena pola pelatihan terhadap guru dianggap masih minimalis. Menurutnya, selama ini guru yang dilatih tidak pada bentuk pengelolaan pelatihan yang berbobot, efektif, dan praktis.
"Kenapa bisa begitu? Karena pelatihan-pelatihan yang kami dapatkan itu memang sangat minimalis, juga modelnya itu-itu aja, maksudnya adalah diundang ke Jakarta sekian hari, dikasih pelatihan yang kolosal, ramai gitu ya, lalu habis itu balik ke daerah masing-masing. Jadi tidak memiliki skema yang ajeg," jelasnya.
Satriawan meminta Mendikbud Nadiem agar segera mereformasi total pola dan format pelatihan untuk meningkatkan kapasitas guru. Menurutnya, format pelatihan itu harus mengacu pada konten dan pengelolaan yang berisi, bukan dari lama atau singkatnya proses pelatihan.
"Pelatihan harus bermanfaat bagi guru, sesuai dengan kebutuhan guru, bukan sesuai keinginan pemerintah pusat, daerah. Sebab kebutuhan guru-guru itu berbeda mengingat sebaran guru yang luas, karakteristik geografis yang berbeda, ditambah jenjang pendidikan yang bertingkat pula," katanya.
Selain itu, kata dia, pelatihan guru harus berdampak terhadap proses dan hasil pembelajaran siswa. Pelatihan itu, lanjut Satriawan, harus mengubah cara pandang guru, mengubah kualitas pembelajaran, dan metode pembelajaran sehingga meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran siswa.
"Pelatihan jangan selesai satu kali saja. Tetapi harus ada kontinuitas bahkan kalau bisa berjenjang. Pelatihan yang sudah dilakukan harus dievaluasi, agar pemerintah daerah punya data, misal guru di sekolah X di daerah Y sudah baik atau kurang dalam kompetensi tertentu," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini