"Mata rantai kekerasan yang terus terjadi di lingkungan sekolah, baik kekerasan fisik, psikis, maupun seksual, baik yang dilakukan siswa, guru, maupun orang tua sudah seharusnya diputus. Sekolah sejatinya menjadi tempat yang aman dan nyaman buat peserta didik. KPAI berharap hal ini menjadi prioritas pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Mendikbud Nadiem Makarim," ujar Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, di kantor KPAI, Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Retno menyebut, sepanjang 2019, KPAI menerima 127 kasus pengaduan kekerasan anak di lingkungan pendidikan. Menurutnya, anak-anak tersebut mendapat kekerasan, bullying, dan korban kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Retno mengatakan KPAI mendorong Mendikbud Nadiem untuk melanjutkan pembenahan pendidikan melalui pendekatan zonasi. Menurutnya, pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar pendidikan nasional.
Selain itu, lanjut Retno, KPAI mendata, dari Januari hingga Oktober 2019 sebanyak 89 anak menjadi korban dari 17 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Sebanyak 89 anak tersebut terdiri dari 55 anak perempuan dan 34 anak laki-laki.
"Dari 17 kasus kekerasan seksual di sekolah tersebut, 11 kasus (64,70%) terjadi di jenjang SD, 4 kasus (23,53%) terjadi di jenjang SMP/sederajat, dan 2 kasus (11,77%) di jenjang SMA," katanya.
Sementara itu, kekerasan fisik yang terjadi sebanyak 21 kasus. Kekerasan tersebut terjadi di jenjang SD/MI sebanyak 7 kasus, SMP sebanyak 5 kasus, SMA/MA 3 kasus, dan SMK 4 kasus.
"Kasus kekerasan guru atau kepala sekolah ke peserta didik mencapai 8 kasus (38,10%), sedangkan kekerasan siswa ke guru ada 2 kasus (9,25%), dan orangtua ke guru juga ada 2 kasus (9,25%). Pelaku kekerasan siswa ke siswa lainnya juga cukup tinggi, yaitu 8 kasus (38,10%)," jelasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini