"Kami mohon kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini berkenan memutuskan, menyatakan keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Muhtar Ependy dinyatakan ditolak seluruhnya atau setidaknya tidak dapat diterima," ujar jaksa KPK Ahmad Hidayat Nurdin dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2019).
Jaksa juga meminta hakim agar melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi. "Menyatakan sidang pemeriksaan perkara pidana dengan terdakwa Muhtar Ependy dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," imbuh jaksa Ahmad.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam eksepsinya, Muhtar menyebut dakwaan yang didakwakan jaksa terhadapnya adalah dakwaan yang sama seperti perkara yang telah diputus oleh hakim di perkara sebelumnya. Muhtar menilai Pengadilan Tipikor Jakarta tidak bisa melanjutkan perkara ini.
"Berkenaan dengan dalil eksepsi itu, terlihat tim penasihat hukum tampak bahwa penasihat hukum keliru memahami esensi perkara yang didakwakan oleh terdakwa pada tanggal 24 September 2019 atqs nama terdakwa Muhtar Ependy, jika dihubungkan dengan perkara atas 12 November 2014. Kekeliruan tim penasihat hukum memahami esensi perkara tersebut berakibat pada kesalahan dalam mengambil kesimpulan, bahwa telah terjadi nebis in idem dalam perkara atas nama terdakwa Muhtar Ependy," jelas jaksa Ahmad.
Jaksa Ahmad menegaskan dakwaan pada 24 September 2019 itu berbeda dengan dakwaan perkara pada 12 November 2014. Karena itu, jaksa meminta hakim mengesampingkan eksepsi Muhtar.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 76 Ayat 1 KUHP dan beberapa doktrin di atas, maka sudah sangat jelas bahwa perkara atas nama terdakwa Muhtar yang kami hadapkan ke muka sidang tanggal 24 September 2019 tidaklah nebis in idem karena perbuatan pidana yang kami dakwakan dalam surat dakwaan 24 September 2019 adalah berbeda atau tidak berdasar, oleh karenanya keberatan tersebut patut ditolak," ucap jaksa Ahmad.
Sebelumnya, Muhtar Ependy didakwa jaksa KPK menerima uang suap dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri terkait permohonan keberatan atas hasil pilkada. Jaksa menyebut Muhtar juga sebagai perantara suap antara Budi-Romi dengan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Selain itu, Muhtar didakwa melakukan pencucian uang. Pencucian uang itu bertujuan menyamarkan hasil korupsi yang dilakukannya bersama Akil Mochtar.
Tonton juga video Mahfud Md soal Perppu KPK: Belum Ada Arahan:
(zap/dhn)