"Kita semua harus kerja cepat, kerja keras, dan kerja yang produktif. Jangan terjebak dalam rutinitas yang monoton. Kerja yang berorientasi hasil nyata. Kemarin sudah sampaikan, tugas kita bukan hanya send. Tetapi delivered," ujar Jokowi saat pengumuman isi Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).
Jokowi juga meminta jajaran kabinetnya selalu mengecek masalah di lapangan dan menemukan solusinya. Ia pun menegaskan para menteri harus serius dalam bekerja dan mengancam akan mencopot menteri bila tak benar dalam bekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski meminta Kabinet Indonesia Maju bekerja cepat, Jokowi tak lagi melarang para menterinya merangkap jabatan di struktur partai. Pada periode pertama lalu, ia menekankan tidak boleh ada menteri yang rangkap jabatan di kepengurusan parpol, pada periode keduanya ini kebijakan tersebut berubah.
"Dari pengalaman 5 tahun kemarin, baik ketua maupun yang bukan ketua partai, saya melihat yang penting bisa membagi waktu," ujar Jokowi setelah melantik Kabinet Indonesia Maju.
Jokowi melihat tak ada masalah menteri yang menjabat pengurus partai menjalankan tugasnya. Untuk itu, ia membolehkan adanya menteri yang merangkap jabatan sebagai pengurus partai.
![]() |
"Ternyata tidak ada masalah, maka kita putuskan baik ketua partai maupun yang di struktur partai bisa ikut," jelas Jokowi.
Seperti diketahui, ada tiga ketum parpol yang masuk di Kabinet Indonesia Maju. Mereka adalah Ketum Gerindra Prabowo Subianto (Menhan), Ketum Golkar Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), dan Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bappenas).
Beberapa menteri lain juga ada yang masih menjadi pengurus di partai masing-masing. Di antaranya Johnny G Plate (Sekjen NasDem), Ida Fauziyah (Ketua DPP PKB), dan Edhy Prabowo (Waketum Gerindra).
Partai Gerindra menyatakan Prabowo masih tetap akan menjadi ketua umum. Partai berlambang kepala burung garuda itu menegaskan tugas Prabowo sebagai Menhan tak akan terganggu meski eks Danjen Kopassus itu masih menjadi Ketum Gerindra.
"Tentu beliau sebagai Menhan akan melaksanakan visi-misi Presiden. Kemudian tentu beliau pasti akan memastikan akan menjaga kedaulatan rakyat, menjaga pertahanan negara melalui tugas dan jabatannya di Kemhan. Agar Indonesia tidak dirongrong oleh bangsa lain, ya kita jaga seluruh perbatasan akan dijaga demi ketahanan NKRI," ungkap Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria.
Hal senada disampaikan PPP. Wasekjen PPP Ahmad Baidowi (Awiek) mengatakan tugas-tugas Suharso sebagai Plt Ketum PPP tak akan mempengaruhi pekerjaannya di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Dia menyebut struktur kepengurusan di PPP akan siap membantu Suharso menjalankan tugas-tugasnya di partai.
"Terkait tugas-tugas di PPP dan kementerian, kami kira tidak akan ada halangan berarti. Karena di DPP PPP ada beberapa waketum yang bisa menjalankan fungsi kepemimpinan roda organisasi kepartaian, termasuk ada sekjen dan ketua, serta wasekjen. Keberadaan Plt Ketum Suharso Monoarfa di kabinet tidak akan (menghalangi) tugas-tugas di PPP, begitupun sebaliknya," urai Awiek.
Aturan soal menteri rangkap jabatan tertuang dalam UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Di UU tersebut memang tak ada larangan menteri menjabat sebagai pimpinan partai politik. Namun menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Namun, jika merujuk pada UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, ada aturan yang bersinggungan dengan hal tersebut. Sebab, salah satu sumber keuangan partai politik ialah bantuan keuangan dari APBN/APBD. Bantuan tersebut diberikan secara proporsional.
![]() |
Ahli hukum tata negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, menjelaskan bahwa UU itu melarang menteri menjabat pimpinan parpol. Pasalnya, parpol jelas dibiayai oleh uang negara.
"Memang kalau melihat pimpinan parpol itu tidak bisa rangkap jabatan. Itu sudah jelas di UU Kementerian Pasal 23. Pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN," kata Jimmy Usfunan saat dihubungi, Selasa (22/10).
"La bagaimana organisasi yang dimaksud itu termasuk parpol? Iya, dalam UU Parpol jelas bahwa keuangan partai politik itu bersumber dari APBN meskipun APBN itu digunakan dalam konteks politik. Tapi itu sudah masuk, uang APBN atau uang negara masuk ke parpol," sambungnya.
Dia juga menyoroti persoalan lain apabila menteri merangkap jabatan pimpinan parpol. Menurutnya, kinerja menteri bisa tidak fokus. "Persoalan lainnya, kalau pimpinan parpol itu merangkap menteri, dia nggak akan fokus. Apalagi 2020 ini pilkada. Ndak akan fokus," sebutnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini