Hendra yang kini menjadi Kalapas Cipinang mempunyai tugas berat kala itu. Sebagai Kalapas Batu, ia harus bergaul dan membina para terpidana mati.
"Beberapa waktu lalu, saya selama 3 kali periode hukuman mati, saya pernah mengambil warga binaan dari kamar sampai tiang tembak," tutur Hendra dalam sebuah seminar di Jakarta akhir pekan lalu.
Sebagai Kalapas, ia bertugas membina agar para narapidana kembali ke jalan yang benar. Tapi bila negara berkata lain, maka warga binaan yang telah lama bersamanya, mau tidak mau, harus ia bawa ke depan regu tembak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu yang diajak Hendra untuk dieksekusi mati adalah WN Brazil Marco Archer Cardoso Moreira. Pilot itu merupakan terpidana mati kasus penyelundupan 13,5 kg heroin. Hendra harus memutar akal agar bisa membawa Marco ke tiang tembak.
"Dia atlet gantole itu kalau mukul, tangannya dua kali lipat dari saya. Waktu saya ambil dari kamar saya bohongi 'ada temen temen dari kedutaan'. Saya bilangg mau ketemu. Padahal dia mau dieksekusi mati nih. Kalau saya bilang Marco kamu hukum mati, mati duluan saya. Tangan dia dua kali lipat, bisa ditonjok saya, guling saya," cerita Hendra.
Baca juga: Menko Luhut: Hukuman Mati Tidak Ada Salahnya |
Mendengar ada kunjungan dari kedutaan, Marco girang bukan kepalang. Apalagi Marco jarang dijenguk. Beberapa kali Kalapas kirim surat ke Kedubes Brasil, tidak ada tanggapan.
"Saya pikir bagaimana cara mengambil dia. Dia ahli bela diri, kalau dipukul (saya) nggak bangun lagi," sambung Hendra.
Akhirnya usaha Hendra membawa hasil. Marco mau diajak keluar sel dan kemudian diserahkan ke tim eksekutor. Marco kemudian dibawa ke Lembah Nirbaya. Dor! Marco menghembuskan nyawa tepat pukul 00.05, 18 Januari 2015. (asp/aan)