"Sebenarnya sih hampir sama ya (masalahnya dengan pilkada sebelumnya). Kejadiannya (molornya NPHD) selalu berulang. Penandatanganan NPHD di beberapa daerah terlambat dari yang sudah ditentukan," ujarnya di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Untuk mengatasinya, KPU jelas Pramono mengusulkan agar anggaran pilkada bersumber dari APBN. Dengan begitu, anggarannya dapat diputuskan ditingkat pusat sehingga tidak ada lagi penguluran waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, menurut Pramono tiap daerah juga akan mengalami pemerataan anggaran. Biaya kegiatan, hingga honor dari para petugas penyelenggara pemilu juga lebih terstruktur.
"Selain lebih efektif,soal standar biayanya pasti akan sama. Meskipun pasti ada daerah-daerah yang ada kekhususan tapi itu kan di nasional juga ada. Tapi kan soal honor, soal jumlah kegiatan dan lain-lain itu bisa terstandarisasi dengan baik," katanya.
Dia mengatakan usulan itu belum dapat direalisasikan saat ini karena tidak ada undang-undang yang mengatur masalah tersebut. Ke depan, jelas Pramono pihaknya akan mendorong agar usulan itu masuk dalam UU Pilkada.
"Tapi kalau kita lihat undang-undang pilkada yang sekarang kan itu belum memungkinkan. Sehingga inilah salah satu yang akan terus kita dorong nanti dalam revisi undang-undang pilkada terkait dengan sumber pembiayaan pilkada itu sebaiknya berasal dari APBN agar persoalan ini tak berulang setiap penyelenggaraan pilkada," tuturnya.
Simak juga video "APBN 2020, Jokowi Fokus Pendidikan dan Kewirausahaan" :
(eva/fdu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini